“IZIN”
Karya: Sari Rahmadani
Adaptasi
karya dari Lariza Oky Adisty “Pelukan”
Adalah
Keyla,
gadis manis yang genap berusia 22 tahun. Dia adalah seorang mahasiswi rajin
yang suka menulis. Key, yang sering akrab dipanggil dengan sebutan nama itu tinggal
didaerah perkotaan yang cukup jauh dari kampus, tempat dia belajar dibangku
perkuliahannya. Yah, bisa dibilang dia sedang merantau di Kota orang untuk
menempuh pendidikannya. Key adalah gadis kecil, gendut, dengan kulit sawo
matang dan memiliki hidung yang lumayan mancung kata orang. Otomatis, tinggi
badannya juga pendek tidak sampai 1,5 m dengan panjang kaki hanya 19cm. Ukuran
sepatu pun, ia sulit menemukan yang cocok untuk dirinya, karena ukuran sepatu
cewek seusia gadis belia itu minimal ukuran 37, sedangkan ia membutuhkan ukuran
36. Yaah... begitulah, dibalik kegemarannya yang suka menulis, ia pun juga
sangat menyukai warna Biru.
“Dengarlah,
lagu ini sangat enak sekali” ucap Key kepada teman disampingnya bernama Tina
yang saat itu mereka sedang berjalan pulang ke kosannya usai kuliah. Key memang
suka mendengarkan musik, apalagi kalau lagu-lagu yang didengar ditelinganya
membuat dia jatuh hati terhadap lagu, dia setiap hari akan selalu melantunkan
lagu tersebut. Tina adalah sahabat karib Key sejak ia pertama kali memasuki
bangku kuliah. Mereka pun adalah teman sekelas dan satu kos. Setiap hari mereka
pergi dan pulang bersama-sama. Hanya saja, sekarang ini Key lebih sibuk dengan
kegiatan yang digemarinya yaitu menulis. Sebab itu, dia mengikuti salah satu
kegiatan dikampusnya yaitu sebuah organisasi yang bernama “Jurnalistik”. Sedangkan
Tina, hanya mahasiswa biasa yang biasa-biasa saja. Ia hanya meluangkan waktunya
untuk kuliah, kerja kelompok mengerjakan tugas, lalu meluangkan waktu dikos
bersama teman-temannya.
Ketika
Key sedang menulis seperti biasanya untuk dimuatkan kedalam jurnal hariannya di
organisasi jurnalistiknya itu, kemudian ponsel di atas tempat tidurnya bergetar
dan sebuah kalimat terpampang disana.
‘a
message received from Reifan’
“Tuh,
ponsel kamu bunyi Key” kata Tina teman sekamarnya. Key hanya mengangguk
kepalanya sembari tersenyum dan langsung membuka pilihan ‘open’ pada ponselnya.
Terima kasih,
sudah membuatku tersenyum. Sejak hari pertama kita dipertemukan. Dan belum juga
bosan melakukannya {}
Key tertawa kecil,
lalu membalas pesan tersebut kepada Reifan, kekasihnya yang ia juga teman satu
organisasi jurnalistik bersamanya.
You’re
welcome... you make me survive our relationship, Hunny
{}
Hari
itu, senyuman itu. Key dan Reifan telah menghabiskan berbagi beberapa persen kehidupan
satu sama lain hampir 2 tahun. Walaupun sebenarnya kini mereka sama-sama lebih
sibuk untuk proses perkuliahannya yang hampir menginjak tahun keempat. Yah,
masa-masa itu adalah masa dimana mereka lebih berjuang untuk dapat mematangkan
prospek kedepan yang akan dicapai. Walaupun keduanya masih aktif dalam
organisasi jurnalistik, namun waktu mereka juga lebih memfokuskan untuk urusan
proses output kedepan setelah mereka beranjak pergi selesai lulus nanti.
Berbeda
dengan Keyla, sosok Reifan adalah seorang laki-laki dengan penampilan dan
pembawaan yang easy going. Reifan
mudah sekali berteman dengan semua orang, terlebih juga ia adalah penulis
jurnalistik terbaik sepanjang kepengurusannya hingga sekarang pun,
tulisan-tulisan yang ia buat masih diharapkan dan diminta publik untuk
dimuatkannya. Hingga dalam beberapa pekan lalu, Reifan dikirim ke Kota Bandung
untuk mengikuti Lomba Menulis Sastra tingkat Nasional mewakili kampusnya serta
mewakili nama organisasi yang ia pegang. Ia pun juga pernah dikirim ke Ibukota
untuk ditawarkannya beasiswa S2 di luar negeri.
Key
memang suka menulis, tapi tulisannya hanya cukup dimuat didalam lingkup jurnal
harian organisasinya sendiri. Ia memang menyukai menulis bukan untuk orang
lain, namun ia menulis untuk dirinya sendiri. Untuk mengisi hampanya tangan
yang tidak digerakkan dengan torehan tinta-tinta lalu disajikan dalam secarik
kertas.
Belakangan
ini, Reifan sangat sibuk. Disamping jadwal perkuliahan yang padat dan juga waktu
yang harus terbagi karena sering ada even dan panggilan ke luar kota untuk
ajang menulis, komunikasi kepada Keyla pun juga jarang ia lakukan. Walau Key
menghubunginya dulu, tapi pesan tersebut lama untuk dibukanya karena
kesibukannya yang sangat padat dan ia yang jarang membuka ponsel.
Key
tidak tau, apa yang terjadi dibalik itu. Ia hanya selalu mengkhawatirkan dan
merindukan Reifan dalam pelukannya. Pelukan yang kini ia jarang rasakan. Bahkan
sudah hampir setengah tahun mereka tidak bertemu. Reifan pun juga jarang bahkan
tidak pernah mengunjungi tempat organisasinya.
Waktu
tak terasa banyaknya, persiapan kelulusan wisuda tinggal satu bulan lagi. Key
sudah menyelesaikan skripsinya dengan perjuangan dan keuletan yang selalu ia
kerjakan. Mengejar waktu dan bimbingan rutin setiap hari ia lakukan. Jika
terdapat kesalahan, perbaikan dan perubahan langsung ia revisi dalam waktu itu
kepada dosen pembimbingnya. Yaah, memang skripsi merupakan tonggak akhir ujung
dari masa perkuliahannya. Begitupun Reifan, karena ia pun juga sangat pandai
dan banyak dikenal dosen sehingga pantas saja kalau ia lulus dalam waktu kurang
dari 4 tahun.
Saat
tanpa ditemani dan dihubungi oleh Reifan, Key merasa waktunya untuk mengerjakan
skripsi sangat tenang dan tidak ada pikiran. Ia bisa fokus dan mengejar target,
hingga kedewasaan dan sikap manjanya berkurang untuk tidak terlalu meminta
perhatian dari kekasihnya. Kini, saat semuanya sudah selesai ia pun kembali
merenung. Sebenarnya bagaimana hubungan antar mereka?
“Dulu
aku selalu yakin bahwa Reifan adalah sebuah takdir dari Tuhan untukku, namun
kini aku mulai lelah. Aku merasa semua ini hanya buang-buang waktu saja. Apakah
keningku sudah tertangkap matamu? Apa kerumunan orang diluar sana mengganggu
jarak pandanganmu ke arahku? Apa langkahmu tertahan beberapa hati yang kau
temukan di perjalanan? Apakah ini yang memaksamu untuk menepi? Aku pikir aku
harus melanjutkan hidup untuk diriku sendiri, bukan untuk kesia-siaan ini”
gumam Key dalam hati.
Tanpa
membuang-buang waktu, Keyla menghubungi Reifan hanya mengirimkan satu pesan singkat
yang berisikan:
“So,
I guess this is, then? We’re done? J thanks a lot... Seize the oppurnity ya, I’m proud of
you. Aku tau, seharusnya kita tidak membuang
waktu kita yang terbuang begitu saja. Mungkin lebih baik kita meneruskan waktu
kedepan dengan mengejar apa yang kita cita-citakan masing-masing
Dengan cepat,
Reifan langsung reply that message to
Keyla.
“Well,
would you like to meet me tonight? Please, let me to see you.
Aku jemput kamu di kosan seperti biasa. Kita ke tempat bukit bintang, tempat
pertama kali kau ku ajak bertemu dulu”
Kali
ini berbeda, Keyla dan Reifan saling bertemu setelah sekian lama hingga mereka
akan sama-sama segera lulus dan wisuda. Raut wajah Reifan tak biasa dan tak
bisa terbaca Keyla. Lalu, mendadak tangannya menyentuh pundak Keyla.
“Key... aku Cuma ingin memastikan
pembicaraan kamu lewat sms tadi. Jadi, apa yang aku pikirin sama dengan kamu.
Kalau kita mendingan..... “ ia berhenti sejenak”.... Selesai?”
Kali ini Keyla tak
sanggup menatap mata Reifan lebih lama. Cepat-cepat dialihkan tatapannya ke
jalanan.
Ketika mereka sudah tidak lagi tahu
harus melangkah kemana. Ketika tak lagi saling mempersoalkan waktu, seperti
kehabisan akal memelihara perasaan terhadap satu sama lain. Keyla dan Reifan
tahu ada sesuatu yang salah. Namun keduanya tidak mau mengoreksinya.
Keyla mengangguk
pelan. Ia ingat, ketika ia dan Reifan jatuh cinta, semua dimulai dengan indah
tanpa paksaan. Karena itu ia ingin semuanya juga berakhir dengan indah, tanpa
ada yang dirugikan atau diam-diam menyimpan getir yang hanya akan membunuhnya
pelan-pelan saat nanti.
Reifan berencana untuk melanjutkan
studi kuliah S2 nya ke Australia. “Are
you really going Australia?” tanya Keyla. Yess.. I’m Sure, after our graduation I’m going to Australia. Ujar
Reifan, kekasih yang amat disayanginya. Keyla mengangguk memaksakan senyum.
“Key...” Keyla mendengar suara
Reifan ditelinganya. “Kita putus bukan karena aku mau berangkat ke Australia
kan?” tanyanya. “No. You know it wasn’t
about that”, tukas Keyla. You’re right.. Sorry” mestinya kita
tidak ngomongin itu, Sorry, ujar Reifan seraya menepuk pelan pundak Keyla.
Selama ini, Keyla mengira rasa sakit
itu sudah hilang. Namun ia keliru. Rasa itu masih ada, hanya terlupakan.
Pertemuan dengan Reifan mengingatkan kalau ada sesuatu yang terasa belum tuntas
dari keputusan mereka berpisah. Apalagi sekarang, satu bulan sebelum Reifan
pergi jauh. Penting bagi Keyla untuk pergi tanpa ada ganjalan di hati. Termasuk
dengan Reifan, lelaki yang pernah jadi kesayangannya.
Lalu, mendadak Reifan menarik tubuh
Keyla ke pelukannya. Tanpa ragu, Keyla membalas melingkarkan lengannya ke tubuh
Reifan. Merasakan dipeluk lelaki ini untuk terakhir kali, setidaknya sekarang
ini. Pelukan untuk saling melepas semua sisa rasa yang masih tertinggal.
Sebelum melanjutkan hidup masing-masing. Pelukan tanda IZIN
bahwa keduanya akan sama-sama meninggalkan dan pergi.
Bagi Keyla, pelukan tadi adalah
penanda tertutupnya bab antara dia dan Reifan. Jika memang takdir berkata lain,
setidaknya mereka saling memiliki cerita dan tetap menjadi teman baik. Kini
Keyla mengizinkan Reifan yang mulai pergi. Pergi untuk saling menepi dalam
sebuah rencana yang besar. Setidaknya dengan berpikir begitu, gadis itu tidak
perlu merasakan lagi himpitan dada tiap teringat Reifan. Itu sudah lebih dari
cukup.
Tubuh
saling bersandar,
Ke
arah mata angin berbeda
Kau
menunggu datangnya malam
Saat
Ku menanti Fajar...
Sudah coba berbagai cara
Agar
kita tetap bersama
Yang
tersisa dari kisah ini
Hanya
kau takut kuhilang
Perdebatan apapun menuju kata pisah~
Jangan
paksakan genggamanmu
Izinkan aku pergi dulu....
Yang
berubah hanya
Tak
lagi kumilikmu
Kau
masih bisa melihatku
Kau
harus percaya
Kutetap
teman baikmu....
*Song by: Tulus “PAMIT”
Perlahan
lampu warna-warni ini meredup. Seiring malam yang semakin dikejar pagi sambil
mengintip-intip dibalik gerombolan awan. Mungkin, kini hanya bisa menyiapkan
lengan untuk hujan pelukan. Menyiapkan telapak tangan untuk sebuah genggaman
dari pertemuan. Entahlah, semesta kerap mengajariku untuk bersiap-siap.
-THE
END-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar