Makalah
perkembangan peserta didik
Anak berkebutuhan Khusus (ABK)
Diajukan
sebagai Mata kuliah perkembangan peserta didik
Disusun
oleh :
Lika
chusnul aissyah (140241600502)
Rian
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MALANG
2015
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucapkan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan cinta
dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ” dengan sebaik –
baiknya dan tepat waktu.
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi syarat yang di tugaskan oleh Ibu Yuliati
Hotifah selaku mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Makalah ini ditulis dari hasil
penyusunan yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan
Perkembangan Peserta Didik, serta infomasi dari media massa yang berhubungan
dengan judul yang dibahas. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat tersusun, baik
secara materil maupun moril.
Penulis
menyadari dengan penuh kerendahan hati, bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya dari para
pembaca, demi kebaikan/kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini ada faedah
dan bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya.
Demikian harapan kami semoga hasil
pengkajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan menambah referensi yang
baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.
Malang, 8 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
…………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
BAB I: PENDAHULUAN ………………………………………………
1.1 Latar
Belakang …………………………………………………..
1.2 Rumusan
Masalah ………………………………………………
1.3 Tujuan
Penulisan Makalah ………………………………………
BAB II: PEMBAHASAN………………………………………………
2.1 Definisi
anak berkebutuhan khusus (ABK)…………………..
2.2
Jenis dan
Karakteristik anak berkebutuhan khusus (ABK)……
2.2.1
Tunagrahita…………………………
2.2.2
Tunalaras…………………………
2.2.3
T unarungu wicara…………………………
2.2.4
Tunanetra …………………………
2.2.5
Tunadaksa …………………………
2.2.6
Tunaganda …………………………
2.2.7
Autism syndrome………………………………..
2.3
Strategi Pembelajaranya……………………………………………….
BABIII: PENUTUPAN ………………………………………………
3.1
KESIMPULAN …………………………………………………
3.2 SARAN
…………………………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA
BAB l
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada
dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja
problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari
orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada
juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian
dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa atau disebut sebagai anak
berkebutuhan khusus (children with special needs), memang tidak selalu
mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika mereka diinteraksikan
bersama-sama dengan anak- anak sebaya lainnya dalam system pendidikan regular,
ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan
sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Pembelajaran
untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu
strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing . Dalam penyusunan
progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah
memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan
dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang
dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik spesifik student with
special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional .
Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor,
kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi social serta kreativitasnya.
Untuk
mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru
terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar
mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan.
Tujuannya agar saat memprogamkan pembelajaran sudah dipikirkan mengenbai bentuk
strategi pembelajaran yanag di anggap cocok. Asesmen di sini adalah
proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik
dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social, melalui pengamatan
yang sensitive. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrument khusus
secara baku atau di buat sendiri oleh guru kelas.
Model
pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh
guru di sekolah, di tujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap
lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui
penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis
kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi
kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari- hari dan kompetensi
akademik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai ”Strategi Pembelajaran
bagi Anak Berkebutuhan Khusus”
1.2
Rumusan Masalah
·
Apakah definisi dari anak berkebutuhan khusus?
·
Bagaimana jenis dan karakteristik anak berkebutuhan
khusus?
·
Bagaimana
strategi pembelajaran dan perorganisasian program bimbingan belajar yang baik
bagi anak berkebutuhan khusus?
1.3
Tujuan
·
Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.
·
Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak
berkebutuhan khusus.
·
Menjelaskan strategi pembelajaran dan perorganisasian
program bimbingan belajar yang baik bagi anak berkebutuhan khusus.
BAB ll
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang
secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,
mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak
Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus
mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi dan
tunarungu berkomunikasi menggunakan Anak berkebutuan khusus biasanya
bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya
masing-masing. bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB
bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk
tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
2.2
Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain :
2.2.1
.Tunagrahita (Mental retardation)
1.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk
menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah
lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau
penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai,
kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai
tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau
tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang
digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik.
Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan
penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran. Banyak yang
berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang
tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi :
1.
Tunagrahita Ringan
Anak yang tergolong dalam Tunagrahita ringan memiliki
banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya,
membaca, menulis, berhitung, menggambar, bahkan menjahit. Tunagrahita ringan
lebih mudah diajak berkomunikasi, selain itu kondisi fisik mereka juga tidak
terlihat begitu mencolok. Mereka mampu
mengurus dirinya sendiri untuk berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak
tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra, mereka hanya perlu terus
dilatih dan dididik.
2.
Tunagrahita
Sedang
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang
pun mampu untuk diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu
mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, mereka paham untuk
menjawab pertanyan dari orang lain, contohnya, ia tahu siapa namanya, alamat rumah,
umur, nama orangtuanya, ,ereka akan mampu menjawab dengan jelas. Sedikit
perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan social anak
tunagrahita sedang.
3.
Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat dapat disebut juga Idiot. Karena dalam kegiatan
sehari- harinya membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayananyang
maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Asumsi anak tunagrahita
sama dengan idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita tergolong dalam
tunagrahita berat.
2.
Kebutuhan Pendidikan bagi Tunagrahita
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta
layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa
pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1.
Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus
termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah
reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak
lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan
acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.
Sekolah Khusus
(Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak
tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas
maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang
dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang
hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di
SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3.
Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah
reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas
yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika
anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial
dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau
ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang
tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang
biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties)
atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4.
Program sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu
mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit.
Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau
terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan
masyarakat.
5.
Pendidikan
inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan
Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi
anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif
diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas
inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu
lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa
tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6.
Panti
(Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat,
yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki
kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti
ini terbatas dalam hal :
a.
Pengenalan diri
b. Sensorimotor
dan persepsi
c. Motorik
kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan
berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri
dan kemampuan sosial
3.
Adapun cara
mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa
indikasi sebagai berikut:
o Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala
terlalu kecil/besar,
o Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
o Perkembangan bicara/bahasa terlambat
o
Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
(pandangan kosong),
o
Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak
terkendali),
o
Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
2.2.2
Tunalaras
(Emotional or behavioral disorder)
1.
Anak tuna laras
sering disebut juga dengan anak tuna sosial karena tingkah laku anak tuna laras
menunjukkan penentangan yang terus-menerus terhadap norma-norma masyarakat yang
berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. Selain itu, anak
tuna laras merupakan anak yang mengalami hambatan/ kesulitan untuk menyesuaikan
diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga
dapat meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.
Karakteristik anak tunalaras menurut Hallahan dan Kaufman
1.
Anak yang
mengalami gangguan perilaku
Berkelahi, memukul menyerang, Pemarah,
Pembangkang, Suka merusak, Kurang ajar, tidak sopan, Penentang, tidak mau
bekerjasama, Suka menggangu, Suka ribut, pembolos, Mudah marah, Suka pamer,
Hiperaktif, pembohong, Iri hati, pembantah, Ceroboh, pengacau, Suka
menyalahkan orang lain, Mementingkan diri sendiri
2.
Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:
Cemas, Tegang, Tidak punya teman, Tertekan,
Sensitif, Rendah diri, Mudah frustasi, Pendiam, Mudah bimbang
3.
Anak yang kurang
dewasa
Pelamun, Kaku, Pasif, Mudah dipengaruhi,
Pengantuk, Pembosan
4.
Anak yang agresif
bersosialisasi
Mempunyai komplotan jahat, Berbuat onar bersama
komplotannya, Membuat genk, Suka diluar rumah sampai larut, Bolos sekolah,
Pergi dari rumah
Pendidikan dan layanan khusus untuk tunalaras
1. Sekolah Luar Biasa bagian
Tunalaras, adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan
secara khusus bagi anak tunalaras. Saat
ini penyelenggara pendidikan anak tunalaras ialah Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen Kehakiman, Departemen Sosial, dan lembaga social atau
yayasan.
2. Pendidikan Terpadu,
adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang memerlukan
layanan pendidikan khusus, termasuk tunalaras yang diselenggarakan bersama-sama
anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang
berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Adapun mata pelajaran yang
tidak dapat dilaksanakan oleh anak yang memerlukan layanan khusus tersebut
diganti dengan pelajaran lain yang dapat dilakukan oleh anak yang bersangkutan.
3. Kelas Khusus,
adalah suatu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan
pendidikan khusus, termasuk anak tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga
pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
4. Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas di sekolah umum
untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras yang mengalami
kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam kehidupan
sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan Terpadu bagi
anak tunalaras.
3.
Menurut Eli M.
Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila
menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:
o
Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor
intelektual, sensori atau kesehatan.
o
Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan
teman-teman dan guru-guru.
o Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada
tempatnya.
o Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan
tidak menggembirakan atau depresi.
o
Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau
ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.
2.2.3
Tunarungu Wicara
(Communication disorder and deafness)
1.
Tunarungu adalah individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki
hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara
sehingga mereka biasa disebut Cara berkomunikasi dengan individu
menggunakan abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah
sedang dikembangkan cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal,
bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami
konsep dari sesuatu yang abstrak
2.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan
pendengaran adalah:
1.
Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB)
Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk
yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara .
2.
Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB), Mengerti
bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu
dengar dan terapi bicara
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB), Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat,
masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan
alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB), Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat,
kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif,
membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusu
5. Gangguan pendengaran
ekstrim/tuli(di atas 91dB). Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran,
banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses menerima
informasi dan yang bersangkutan diangap tuli
3.
Metode
komunikasi untuk anak tunarungu wicara
1.
Metode Oral
Metode oral adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan
oleh orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan. Pelaksanaan metode ini
terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pembentukan dan latihan berbicara (speech
building and speech training ) membaca ujaran (speech reading ) , dan latihan
pendengaran (hear training ).
2.
Metode Membaca Ujaran
Anak
tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan melalui
pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan penglihatannya untuk
memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik pembicara.
Kegiatan ini disebut membaca ujaran (speech reading).
3.
Metode Manual( Isyarat)
1. Abjad jari (finder spelling), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan
jari-jari tangan.
2.
Ungkapan badaniah/ bahasa tubuh.
3.
Bahasa isyarat
asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional yang
berfungsi sebagai pengganti kata
4.
Bahasa isyarat alamiah, yaitu bahasa isyarat yang
berkembang secara alamiah di antara kaum tunarungu (berbeda dari bahasa tubuh)
yang merupakan suatu ungkapan manual ( dengan tangan) sebagai pengganti kata
yang pengenalan atau penggunaannya terbatas pada kelompok atau lingkungan
tertentu.
5.
Bahasa isyarat konseptual, merupakan bahasa isyarat
yang resmi digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah yang menggunakan
metode manual atau isyarat.
6.
Bahasa isyarat
formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosakata
isyarat dengan stuktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan
7.
Komunikasi
Total
Komunikasi total merupakan suatu falsafah yang memungkinkan terciptanya
iklim komunikasi yang harmonis, dengan menerapkan berbagai metode dan media
komunikasi, seperti sistem isyarat, ejaan jari, bicara, membaca ujaran,
amplifikasi (pengerasan suara dengan menggunakan alat bantu dengar), gesti,
pantomimik, menggambar, menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan tunarungu secara perorangan.
4. Berikut identifikasi anak yang
mengalami gangguan pendengaran:
·
Tidak mampu
mendengar,
·
Terlambat
perkembangan bahasa,
·
Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
·
Kurang/tidak
tanggap bila diajak bicara,
·
Ucapan kata tidak
jelas,
·
Kualitas suara
aneh/monoton,
·
Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
·
Banyak perhatian
terhadap getaran,
·
Keluar nanah dari kedua telinga,
·
Terdapat kelainan
organis telinga.
2.2.4 Tunanetra (Partially
seing and legally blind)
1.
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu:. Definisi Tunanetra
menurut adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi
penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka
proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan
indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam
memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan
harus bersifat , contohnya adalah penggunaan gambar timbul, benda model
dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah dan peranti
lunak Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka
belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana
tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan (tongkat
khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
2. klafikasi
Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatannya :
·
Tunanetra dengan
ketajaman penglihatan 6/20 m - 6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet. Tingkat
ketajaman penglihatan seperti ini pada umumnyadikatakan tunanetra (low vision).
Pada taraf
ini, para penderita masihmampu melihat dengan bantuan alat khusus.
·
Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m
atau 20/200 feetatau kurang.Tingkat ketajaman seperti ini sudah dikatakan
tunanetra beratatau secara umum dapat dikatakan buta (bind). Kelompok ini masih
dapat terbagi menjadi dua yaitu kelompok tunanetra yang masih dapat melihat
gerakan tangan. Dan Kelompok tunanetra yang hanya dapat membedakanterang dan
gelap
·
Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada taraf yang
terakhir ini, anak sudahtidak mampu lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat
dikatakan tidakdapat melihat apapun. Kelompok ini sering disebut buta total
(totally blind)
4.
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan
penglihatan:
·
Tidak mampu
melihat,
·
Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
·
Kerusakan nyata
pada kedua bola mata,
·
Sering
meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
·
Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
·
Bagian bola mata yang hitam berwarna
keruh/besisik/kering,
·
Mata bergoyang
terus.
2.2.5 Tunadaksa
(physical disability)
1.
Tunadaksa adalah
individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan dan
struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan,. Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu
memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat
yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu
mengontrol gerakan fisik.
2.
Berikut
identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh:
·
Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
·
Kesulitan dalam
gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
·
Terdapat bagian
anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
·
Terdapat cacat
pada alat gerak,
·
Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
·
Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan
menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
·
Hiperaktif/tidak
dapat tenang
3. Secara
umum, karakteristik kelainan anaak yang dikategorikan sebagai penyandang
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi:
a. Tunadaksa
Ortopedi (orthopedically handicapped)
Anak
tunadaksa ortopedi merupakan anak tunadaksa yang mengalami kelainan, kecacatan,
ketunaan tertentu pada bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian
baik yang dibawa sejak lahir (congenital) maupun yang diperoleh kemudian
(karena penyakit atau kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi
tubuh secara normal. Menurut ilmu kedokteran, untuk menetapkan siapa-siapa yang
cacat (tunadaksa) dan perlu diberikan pertolongan rehabilitasi jika mempunyai
kelainan pada tubuh yang sifatnya menetap dan tidak akan berubah dalam waktu 6
bulan.
2.
Tunadaksa Saraf (neurologically handicapped)
Anak
tunadaksa saraf yaitu anak tunadaksa yang mengalami kelainan akibat gangguan
pada susunan saraf di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki sejumlah
saraf yang menjadi pengendali mekanisme tubuh sehingga jika otak mengalami
kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi, dan mental. Luka
pda bagian tertentu, efeknya penderita akan mengalami gangguan dalam
perkembangan, mungkin akan berakibat ketidakmampuan dalam melaksanakan berbagai
bentuk kegiatan.
3.
Strategi Membantu Anak
Tunadaksa agar Berhasil di Sekolah
1. Pengajaran
Kemandirian
Penekanan pembelajaran yang
dianjurkan adalah latihan kemandirian yang disesuaikan dengan karakteristik dan
kebutuhan anak. Melalui pembelajaran kemandirian diharapkan dapat mendukung
kemandirian pribadi, kepercayaan diri, dan self esteem yang baik. Beberapa
pengajaran kemandirian yang disarankan yaitu: kemandirian dalam hal belajar,
aktivitas kehidupan sehari-hari, dan komunikasi/sosialisasi dengan teman
sebaya, guru, maupun orang dewasa lainnya.
2. Belajar
Kelompok
Belajar kelompok dalam penerapan di
sekolah memiliki nilai positif terutama dalam membaurkan anak tunadaksa dengan
anak normal di kelas yang bersangkutan. Dengan belajar kelompok tersebut
diharapkan dapat terbentuk sikap positif anak yang saling menghargai, saling mengerti,
saling toleransi yang akhirnya dapat meniadakan atau meminimalisir kecurigaan
negatif di antara satu dengan yang lainnya.
3. Team
Teaching
Hal terpenting dalam upaya membentuk kelas/sekolah
inklusi adalah perlunya pendidik bekerjasama dalam memberikan layanan
pendidikan yang seefektif mungkin bagi semua anak, baik anak bekelainan fisik
maupun anak normal. Beberapa keuntungan team teaching menurut Cohen dalam
Iriyanto (2010:65) pembelajaran di sekolah inklusi antara lain:
·
Terciptanya suatu rancangan pembelajaran yang efektif
·
Menciptakan atau menghasilkan pemecahan masalah yang
terukur
·
Menumbuhkan harga diri
·
Meningkatkan kemampuan komunikasi
·
Meningkatkan
kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien
·
Menambah
wawsan akademis yang lebih mumpuni
2.2.6 Tunaganda (Multiple
handicapped)
1. Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka
yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai
hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua
kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau
hubungan pribadi di masyarakat.
2.
Klasifikasi anak Tunaganda Pada dasarnya ada beberapa kombinasi
kelaianan, diantaranya Kelainan utamanya tunagrahita. Gabungannya dapat
tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang
paling berat cara menanganinya.
Kelainan
utamanya tunarungu. Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra.
Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
Kelainan utamanya tunanetra. Gabungannya dapat berwujud tunalaras,
tunarungu, dan kelainan yang Kelainanan utamanya tunadaksa.Gabungannya dapat
berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
Kelainan utamanya tunalaras. Gabungannya dapat berwujud austisme dan
pendengaran. Kombinasi kelainan lain.
3.LAYANANPENDIDIKANNNYA
Pada masa lalu,tunaganda secara rutin
dipisahkan dari sekolah regular,bahkan sekolah Khusus .Namun sejak tahun 80-an
layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat perhatian di
tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus. Demikian
juga program-program pendidikan bagi anak
tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia
sedini mungkin.setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk
meninmgkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,maka
program seharusnya mengakes empat bidang utama, yaitu bidang domestik,
rekreasional, ,kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini mungkinkan
dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu
dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya:ekspresi pilihan,
komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial
sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka
pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai
dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis
bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional
seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas,guru-guru khusus dan
orangtua,karena perlajuan yg lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda
berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik
daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin
kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu
didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan
keterampilan fungsionalnya.Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen
lainnya yg penting.menghadirin sekolah regular dan berpartisipasi dalam
kegiatan yg sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan
keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya
perubahan sikap yg lebih positif.
2.2.7
Kesulitan Belajar (Learning disabilities) atau tuna ganda.
Berikut adalah karakteristik
anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung:
·
Anak yang
mengalami kesulitan membaca (disleksia)
·
Perkembangan
kemampuan membaca terlambat,
·
Kemampuan
memahami isi bacaan rendah,
·
Kalau membaca
sering banyak kesalahan
·
Nilai standarnya
3.
·
Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
·
Kalau menyalin
tulisan sering terlambat selesai,
·
Sering salah
menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan
sebagainya,
·
Hasil tulisannya
jelek dan tidak terbaca,
·
Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
·
Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
·
Nilai standarnya
4.
·
Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)
·
Sulit membedakan
tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
·
Sulit
mengoperasikan hitungan/bilangan,
·
Sering salah
membilang dengan urut,
·
Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2
dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
·
Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
·
Nilai standarnya
4.
2.2.8
Autism Syndrome
Autism
Syndrome merupakan kelainan
yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan
oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker
(1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:
·
Senang tidur
bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan
mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
·
Selalu diam
sepanjang waktu.
·
Jika ada
pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian
dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian
diam menyendiri lagi.
·
Tidak pernah
bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.
·
Tidak tampak
ceria.
·
Tidak peduli
terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.
Secara
umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan
intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan
ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
5.
Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK)
ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi:
anak-anak yang berada di lapisan strata ystem ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan
(anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di
pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang
termasuk kategori ABKpermanen adalah anak-anak tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan
Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk
menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu
memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian
yang beragam.Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah
ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah
inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari
kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun
anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub
dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di
kelas ystem. Hal ini menunjukkan bahwa kelas ystem merupakan tempat belajar
yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil,
1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai ystem
layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
sekolah-sekolah terdekat, di kelas ystem bersama-sama teman seusianya. Oleh
karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar
menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru,
orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui
pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan
anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal
ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan
perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga ystem Indonesia
(termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan,
memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam ystem pendidikan pada
jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus:
1.
Strategi
pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah
pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam
proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode,
siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran
berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
a.
Berdasarkan
pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan
induktf.
b.
Berdasarkan pihak
pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c.
Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran
dengan seorang guru dan beregu.
d.
Berdasarkan
jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
e.
Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap
muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada
strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif
dan modifikasi perilaku.
6.
Strategi
pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi
pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda
dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan
dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
a.
Strategi
pembelajaran yang diindividualisasikan
b.
Strategi
kooperatif
c.
Strategi
modifikasi tingkah laku
7.
Strategi
pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi
yang bisa diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat
pendidikan, sebagai berikut:
a.
Pendidikan
integrasi (terpadu)
b.
Pendidikan
segresi (terpisah)
c.
Penataan
lingkungan belajar
8.
Strategi
pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman
(1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
a.
Model biogenetic
b.
Model
behavioral/tingkah laku
c.
Model psikodinamika
d.
Model ekologis
9.
Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
Anak
berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial
teaching. Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai
dengan tingkat kesalahan. Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui
program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi
konkret dan tingkat abstrak.
10. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi
yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif,
induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif
dan modifikasi perilaku.
BAB lll
PENUTUPAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar