Minggu, 11 Oktober 2020

Makalah Pembelajaran Tematik


 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

 

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia yang selalu diiringi  pendidikan, kehidupannya akan selalu berkembang kearah yang lebih baik. Tidak ada zaman yang tidak berkembang, tidak ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada manusia pun yang hidup dalam stagnasi peradaban. Dan, semuanya itu bermuara pada pendidikan, karena pendidikan adalah pencetak peradaban manusia.

 

Dinamika perkembangan pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi di masyarakat.  Untuk mengikuti perkembangan pendidikan yang begitu cepat, pemerintah berusaha untuk menyesuaikan perkembangan itu melalui perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di sekolah-sekolah. Pembenahan kurikulum baru tahun 2013 berbasis sains dan tidak lagi banyak menghafal. Kurikulum untuk tingkat Sekolah Dasar akan mengalami banyak perubahan dibanding tingkat SMP Dan SMA/SMK. Salah satu ciri Kurikulum 2013 khususnya untuk anak SD bersifat Tematik Integratif. Sebagai wacana berkaitan dengan pelaksanaan Kurikulum baru 2013 yang bersifat Tematik Integratif khususnya anak SD.

 

Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas I, II & III) berada dalam rentangan usia dini. Pada usia dini, seluruh aspek perkembangan kecerdasan anak (IQ, EQ dan SQ) tumbuh dan berkembang sangat luar biasa cepat sehingga usia ini sering disebut usia emas (golden age) dalam perkembangan anak. Dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan teori/tahap perkembangan kognitif Piaget), anak usia ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi ke tahap operasi konkrit. Piaget, dalam hal ini, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai obyek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang obyek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan obyek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan obyek). Proses belajar anak tidak sekedar menghafal konsep-konsep dan fakta-fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Belajar dimaknai sebagai proses interaksi dari anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari hal-hal yang konkrit, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba dan dibaui. Hal ini sejalan dengan falsafah konstruksivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak. Sejalan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik cara anak belajar tersebut, maka pendekatan pembelajaran siswa SD kelas-kelas awal adalah pembelajaran tematik. Penerapan  pembelajaran tematik juga dapat dilakukan pada tingkat SLTP dan SLTA tergantung dari materi atau pokok bahasan yang ingin diajarkan, tetapi  pada umumnya penerapan pembelajaran tematik  adalah di sekolah dasar.

 

B.   Rumusan Masalah

1.  Pengertian model pembelajaran tematik

2.  Teori – teori yang mendukung model pembelajaran tematik

3.  Karakteristik model pembelajaran tematik

4.  Langkah-langkah dalam pembelajaran tematik

5.  Kelebihan dan Kelemahan pembelajaran tematik

 

C.  Tujuan Penulisan

       Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk

1.      Mengetahui pengertian dari model pembelajaran tematik

2.      Mengetahui teori yang mendukung model pembelajaran tematik

3.      Mengetahui karakteristik model pembelajaran tematik

4.      Mengetahui langkah-langkah dalam pembelajaran tematik

5.      Mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A.    Pengertian  Model Pembelajaran Tematik

 

Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau “meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehigga kata tithenai  berubah menjadi tema.  Menurut arti katanya tema berarti ” sesuatu yang telah diuraikan ” atau “ sesuatu yang telah ditempatkan”(Gorys Keraf,2001;107)

 

Sedangkan dalam aspek perkembangan kognitif (berdasarkan  tahap perkembangan kognitif Piaget), anak usia dini ini berada pada tahap transisi dari tahap pra operasi ketahap ketahap konkrit. Piaget dalam hal ini, menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu system konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi ( menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi ( proses memamfaatkan konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek ).

 

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi pelajaran dalam suatu tema/topic pembahasan. Sutirjo dan  Sri Istuti Malik (2004:6) menyatakan bahwa pembelajaran  tematik merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema.Poerwadarminta (1984 :1.040) Tema adalah pokok pikiran : dasar cerita ( yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang ).

 

            Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirangcang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai matapelajaran. Sebagai contoh, tema “ Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran IPA  dan Matematika. Lebih luas lagi, tema tersebut dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, Bahasa Indonesia,dan  Penjaskes. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak kepada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara  alamiah tentang dunia disekitar mereka.

 

Pembelajaran tematik juga  dapat diartikan sebagai  suatu model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Jadi pembelajaran tematik juga bisa diartikan sebagai pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali pertemuan.

 

Adapun  fokus perhatian pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh oleh siswa, ketika siswa berusaha memahami materi pembelajaran  yang sejalan dengan bentuk-bentuk kompetensi yang harus dikembangkan, maka  berdasarkan hal tersebut   pembelajaran tematik juga dapat diartikan sebagai:

1.      Pembelajaran yang berangkat dari suatu tema sebagai pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala atau konsep lain

2.      Suatu cara untuk mengembangkan  pengetahuanan keterampilan secara simultan.

3.      Menggabungkan sejumlah konsep dalam mata pelajaran yang berbeda, dengan harapan siswa dapat belajar lebih baik dan bermakna.

 

B.       Teori Belajar Yang Melandasi Pembejaran Tematik

 

1.      Teori belajar Menurut Piaget

Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia, yaitu :

1)            Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.

2)            Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif.

3)            Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.

4)            Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

 

2.      Teori Belajar Gestalt

Para psikologi Gestalt menekankan bahwa hubungan pemahaman dan persepsi tentang hubungan –hubungan dalam suatu kebulatan adalah sangat esensial dalam belajar.

 

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1.      Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2.      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

3.      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

4.      Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

5.      Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

6.      Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1.      Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

2.      Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

3.      Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

4.      Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1.      Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

2.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3.      Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4.      Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

5.      Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

C.    Karasteristik Model Pembelajaran Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1.        Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa ( student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan- kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

2.        Memberikan pengalaman langsung.

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3.      Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antara mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan manusia.

4.      Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran  dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5.      Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana siswa berada.

6.      Hasil pembelajaran sesuai dengan minat  dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

 

D.      Sintaks (Langkah-Langkah) dalam model Pembelajaran Tematik

 

Sintaks model pembelajaran tematik pada dasarnya mengikuti langkah-langkah pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks tersebut mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang meliputi tiga tahap yaitu :

a.       Tahap perencanaan

b.      Tahap pelaksanaan

c.       Tahap evaluasi

Berkaitan dengan itu maka sintaks model pembelajaran tematik dapat direduksi  dari berbagai model pembelajaran seperti model pembelajaran langsung, model pembelajran kooperatif, maupun model pembelajaran berdasarkan masalah.

Berikut ini adalah langkah-langkah  pembelajaran tematik :

1.      Tahap perencanaan

1.      Menentukan  jenis mata pelajaran dan jenis ketempilan yang dipadukan. Karasteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal, seperti  contoh yang diberikan oleh Fogarty (1991 : 28), untuk jenis mata pelajaran social dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan social, sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisir.

1.1.      Memilih kajian materi, standar komptensi, kompetensi dasar, dan indicator.

Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran

1.2.      Menentukan sub keterampilan yang dipadukan

Secara umum keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai meliputi keterampilan berpikir, keterampilan soasial, dan keterampilan mengorganisir, yang masing-masing terdiri atas sub-sub keterampilan.

1.3.      Merumuskan indicator hasil belajar

Berdasarkan kompetensi  dasar dan sub keterampilan yang telah dipilih dirumuskan indicator. Setiap indicator dirumuskan berdasarkan kaidah penulisan : audience ( peserta didik ), behavior (perilaku yang diharapkan), condition (media/alat), dan degree( jengjang/jumlah).

1.4.      Menentukan langkah-langkah pembelajaran

Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran.

2.      Tahap pelaksanaan

Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, meliputi:

1.1.   Guru hendaknya tidak single actor yang mendominasi kegiatan pembelajaran

1.2.   Pemberian tanggungjawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok.

1.3.   Guru perlu mengakomoditif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.

 

3.      Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran.

E.  Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tematik

Menurut Kusnandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut :

1.      Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan siswa

2.      Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan pesrta didik.

3.      Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.

4.      Mengembangkan keterampilan berfikir anak sesuai dengan persoalan yang dihadapi.

5.      Menumbuhkan keterampilan social melalui kerja sama.

6.      Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

7.      Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi  dalam lingkungan peserta didik.

Pembelajaran tematik disamping memiliki kelebihan sebagaimana dipaparkan diatas, juga terdapat kekurangan-kekurangan yang ditimbulkan, yaitu :

1.      Menuntut peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasan luas, kreatifitas tinggi,keterampilan, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani untuk mengemas dan mengembangkan materi

2.      Dalam pengembangan kreatifitas akademik, menuntut kemampuan belajar siswa yang baik dalam aspek intelegensi. Hal tersebut karena model pembelajaran tematik menekankan pada pengembangan kemampuan analitik (memjiwai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan) dan kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). 

3.      Pembelajaran tematik memerlukan sarana dan sumber informasi yang cukup banyak dan berguna untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan.

4.      Pembelajaran tematik memerlukan system penilaian dan pengukuran    (obyek, indikator, dan prosedur ) yang terpadu.

5.       Pembelajaran tematik tidak mengutamakan salah satu atau lebih mata   pelajaran dalam proses pembelajarannya.

 

 BAB III

KESIMPULAN

 

 

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna dan utuh. Pembelajaran Tematik ini memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan  perhatian, aktivitas belajar, dan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajarinya, karena pembelajaran lebih berpusat  pada siswa, memberikan pengalaman langsung kepada siswa, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa, Pembelajarn tematik agar berhasil dengan baik dilakukan dengan menempuh tahapan perencanaan, penerapan, dan evaluasi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Harianti, Diah. 2013. Model Pembelajaran Terpadu IPA. Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional Pusat Kurikulum.

http://lutfizulfi.wordpress.com/2008/09/27teori-belajargestalt/

http://ruahbelajrpsikologi.com/index.php/gestalt.html

http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-teori-belajar

Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) da Persiapan Menghadapi Sertifikat Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Widodo, S.(2010). Evaluasi Dalam Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar. Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas Surabaya, 8-15.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar