Sabtu, 10 Oktober 2020

NASKAH DRAMA KARYA ANISSA ANGGOTA LUARBIASA UKM TEATER HAMPA INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

 

DOT SUSU

Karya : Anisa Puspaningrum

 

BABAK 1

Panggung gelap, tiba-tiba ada cahaya senter dari dua arah yang pojok kiri dan pojok kanan, menyorot tepat ke wajah seorang lelaki yang tubuhnya diikat oleh tali tampar dan berusaha melepaskannya, setelah ±10 detik lampu senter mati.

Dua lampu senter menyala kembali, di wajah orang yang berbeda dengan tubuh yang juga terikat oleh tali tampar, tapi kali ji wajah itu tampak tenang menatap ke arah depan, setelah ±10 detik lampu senter mati.

Dua kejadian itu berlangsung secara bergantian selama beberapa kali dengan tempo yang semakin cepat.

 

BABAK 2

Lampu merah dan biru menyala secara perlahan menyorot sebuah bangku panjang, yang terletak di tengah dan ujung belakang panggung, terdapat sebuah bingkai kayu tanpa ukiran menggantung sedikit lebih di depannya. Terdapat seorang kakek yang sedang duduk sambil tertidur dan sebuah lonceng di sebelahnya.

Tiba-tiba, kakek itu mengiggau.

Kakek :

Sudah, biarkan saja seperti sedia kala atau kau bersiap untuk berjuang.

 

Perlahan-lahan lampu menerangi seluruh area panggung. Di sisi kiri panggung terdapat sebuah meja dan kursi guru, dan di sisi kanan panggung terdapat bangku-bangku para murid.

Guru   :

Anak-anak apakah pagi ini saya sudah terlihat seperti layaknya seorang guru ?

Murid-murid :

Sudaaah, Bu !

Guru   :

Baiklah kalau begitu, saya akan memulai pelajarannya.

Murid 1 :

Bu, apa kita tidak perlu memberikan ucapan, “Selamaaat Pagi Bu Guru !”

Murid 2 :

Iya, benar. Kemudian Ibu guru menjawab, “Selamat pagi juga murid-murid !”

Murid 3 :

Lalu, Ibu menyuruh ketua kelas untuk memimpin doa bersama.

Murid 4 :

Dilanjut dengan seorang volunteer untuk maju ke depan mengucapkan Pancasila yang diikuti dengan murid-murid satu kelas.

Murid 5 :

Lantas, ibu menyuruh kami duduk dan mengucapkan, “Keluarkan buku bla bla bla kalian dan buka halaman sekian, sekian, sekian.”

Guru :

Hahaha, kenapa kalian kuno sekali murid-muridku ? Itu adalah kelas zaman dahulu, waktu ibu masih mengenakan seragam yang berwarna seperti bendera terbalik itu. (Mengubah muka dan nada bicara dengan sangat serius) Sekarang, mari kita buat kelas baru !

Murid-murid :

Haaaah ? Kelas baru ?

Murid 2 :

Eiiittsss, tunggu sebentar Bu ! Kalau itu dianggap kuno dan Ibu bilang zaman dahulu, lalu kenapa...

Murid 5 :

Kenapa pak Budi masih ada di sekolah ini untuk mengajar sejarah ?

Guru :

Yaaaah, itu kan hanya untuk sekedar kalian tahu saja tentang masa lalu bangsa kalian ini.

Murid 3 :

(Sombong) Iya, teman-teman, biar kita tahu saja. (Semua murid-murid menatapnya dengan wajah tidak setuju). (Salah tingkah dan merasa seperti ketakutan, mencoba menyelamatkan diri) Emmmm, kalau sudah tahu sejarah, lantas apa yang harus kita lakukan Bu?

Murid-murid :

(Menoleh ke arah guru)

Guru :

Oh, itu..., ituuu..., ah, mungkin murid-murid yang lain ada yang tahu jawabannya ?

Murid 4 :

Saya, Bu ! Saya, Bu !

Guru :

Oh iya, silakan !

Murid 4 :

Agar nanti saat ulangan, kita bisa menjawab soal-soal dari pak Budi dengan benar.

Murid-murid :

Haaaah ?

Guru :

Mungkin ada yang lain murid-murid ?

Murid 1 :

Oh, saya tahu. Agar kita bisa mencintai negeri kita.

Murid 5 :

Menjadi bangsa yang berbudaya

Murid 2 :

Menjadi bangsa yang besar

Murid 3 :

Karena pepatah mengatakan...

Murid 4 :

Bangsa yang besar adalah...

Guru :

(Dengan lantang) Bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.

Tiba-tiba semua diam, dan para murid-murid menatap ke arah Ibu Guru

Guru :

(seperti salah tingkah) Baiklah ! Duduk kembali anak-anak !

Murid-murid duduk kembali dengan mata menatap tajam pada Ibu Guru, kecuali murid 5 masih tetap berdiri

Guru :

Kenapa kamu masih berdiri ? Ayo duduk !

Murid 5 :

Kalau kita sudah tau sejaraaaah..... (sambil tersenyum)

Guru :

Jangan dimulai lagi !

Murid 5 :

Kalau kita sudah tau sejaraaah....

Murid 4 :

Kita akan dianggap...

Murid 3 :

Sebagai warga negara yang baik

Murid 1 :

Karena telah mendukung program pemerintah

Murid 2 :

Untuk melestarikan budaya Indonesia

Murid 3 :

Budaya politik

Murid 4 :

Budaya bersosialisasi

Murid 1 :

Budaya demokrasi

Murid 2 :

Budaya korupsi

Murid 5 :

Kolusi dan Nepotisme, yang disingkat menjadi

Murid 4 :

PKN

(Semuanya terkejut)

Murid 3 :

Heh, yang bener iku KKN bukan PKN.

Murid 4 :

Halah, cuman beda tipis, memang apa salahnya ?

Murid 3 :

Ya jelas salah lah, PKN itu kepanjangannya Pendidikan Kolusi dan Nepotisme.

Murid 1 :

Eeeee, Pendidikan Kewarganegaraan. Dasar mengsle.

Guru :

Sudah, sudah ! Cukup anak-anak ! Tidak ingat, tadi ibu suruh duduk ? (sedikit agak membentak)

Murid –murid :

(kembali duduk dengan kepala tertunduk) Iya, Bu !

Guru :

Baik, kita lanjut dengan...

Murid 3 :

Isi – isian, mbak uuk minta huruf apa ? (menyanyi lagu permainan kotak pos)

Murid 1, 2, 4, dan 5 :

Beeee !

Guru :

B ? Biologiiii....

Murid-murid :

Yeeee, Bu guru benar...

Guru :

Oke, kita akan belajar biologi, yaitu tentang rantai makanan.

Murid 4 :

Kok rantai di makan bu ?

Murid 1 :

Apa negara kita bukan negara agraris lagi, karena para petani sudah kehabisan lahan untuk bercocok tanam, menanam padi, jagung, buah dan sayur-mayur lainnya Bu ?

Murid 2 :

Apa negara kita sudah bukan negara maritim lagi yang bisa  menghasilkan berbagai jenis ikan laut?

Murid 3 :

Atau ayam – ayam di Indonesia sudah berhenti bertelur ?

Murid 4 :

Atau mungkin sapi – sapi perah sudah tidak bisa menghasilkan susu lagi ?

Murid 5 :

Oooh, tidak ! Bu Guru lihat, sepertinya aku sudah mulai terkena busung lapar. Bagaimana ini Bu?

Tiba-tiba para murid berlagak seperti zombie yang siap untuk saling memangsa dan akan menemui ajal karena kelaparan.

Guru :

Tenang anak-anak, tenang ! rantai makanan ini bukan berarti kita makan rantai.

Murid-murid :

(Kembali normal ) Terus, Bu ?

Guru :

Maksudnya ini adalah siklus makhluk hidup dalam proses memakan dan dimakan untuk kelangsungan ekosistem dalam bertahan hidup.

Murid-murid :

Oooh, begitu !

Guru :

Baik, contoh rantai makanan. Padi dimakan tikus, tikus...

Murid 5 :

Ditangkap KPK

Murid – murid :

Hahaha

Guru :

Murid-murid, ini ruang kelas. Bukan halaman koran yang tiap pagi memuat berita tentang korupsi. Baiklah, kita buat contoh yang lain, daun dimakan ulat, ulat dimakan...

Murid – murid :

Burung pipit.

Guru :

Burung pipit dimakan...

Murid – murid :

Kucing

Guru :

Kucing mati diuraikan oleh

Murid – murid :

Bakteri pengurai

Guru :

Pintar sekali kalian, kita coba sekali lagi. Rumput dimakan...

Murid – murid :

Kelinci

Guru :

Kelinci dimakan...

Murid – murid:

Ular

Guru :

Ular dima....

Murid 1 :

Aaaaaaaaaaaa, tidaaaak !!! (berteriak histeris)

(semua mentapa ke arah murid 1)

Murid 5 :

Hei, kau tidak apa-apa ?

Murid 4 :

Iya, membuat kita kaget saja.

Murid 1 :

(menghampiri gurunya) Bu, kita tidak bisa membiarkan kelinci yang lucu itu mati dimakan oleh ular yang jahat.

Guru :

(Menghela nafas) yaaah, mau bagaimana lagi ? ini kan juga namanya rantai makanan.

Murid 2 :

Tapi, dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang kami terima, kami diajarkan untuk bergotong-royong saling tolong-menolong dan bertenggang rasa, menghargai serta menghormati sesama makhluk hidup.

Guru :

Nah, bagus dong, kalau kalian ingin menghargai makhluk hidup lainnya, seharusnya kalian juga perlu menghargai ular itu sebagai makhluk hidup yang juga membutuhkan makanan untuk bertahan hidup.

Murid 3 :

Iya, itu jawaban pasa dan tepat sekali. Saya setuju dengan Bu guru ! ( Dengan lagak sok pintar dan bijaksana)

Lagi-lagi semua murid menatapnya dengan jengkel.

Murid 1 :

Jadi maksud ibu, kami harus membiarkan makhluk lemah itu menjadi mangsa makhluk yang lebih kuat ?

Guru :

(Berpikir) Emmm, ya..., iya !

Murid 5 :

Lantas dimana hati nurani kita sebagai manusia yang katanya dikaruniai akal dan pikiran, yang mampu membedakan mana baik dan mana buruk ?

Murid 4 :

Iya, Bu, mana yang harus kita pilih ? Menjalani kodrat sebagai mkhluk sosial yang saling menolong atau bersikap acuh dengan menganggapnya sebagai hukum alam ?

Guru :

Emmm (mondar-mandir sambil berpikir).

Jadi begini, kita tidak bisa memilih salah satu. Semua ilmu pengetahuan itu benardan tujuannya baik, tidak ada ilmu pengetahuan yang bermaksud untuk menjerumuskan kalian dalam kesalahan. Jadi, ibu minta kalian ikuti saja apa yang bapak – ibu guru minta, dan tidak usah terlalu neko-neko.

Murid 2 :

Waaah, tidak bisa begitu, Bu ! Bukannya Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah sering menggonta-ganti kurikulum pendidikan, untuk menuntut para murid-murid berpikir kritis. Tapi, kenapa di saat kami mulai berpikir kritis selalu saja semua pikiran-pikiran itu disensor ?

Murid 1 :

Iya, ini kan sekolah, kalau kita mau lulus juga lewat hasil UN, bukan lewat lembaga sensor.

Murid 5 :

Bagaimana kalau Ibu guru sekarang juga pergi ke kantor pemerintah untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan kami dan menyampaikan unek-unek kami itu ?

Murid-murid :

Iya, iya ! Benar !

Guru :

Loh, loh ! kenapa jadi ibu yang harus pergi untuk menyampaikan unek-unek kalian ?

Murid 2 :

Kalau nanti kami yang berangkat untuk protes, maka akan muncul berita-berita yang berbunyi begini, “Lagi-lagi, Mahasiswa Indonesia Menggelar Aksi Unjuk Rasa Kepada Pemerintah.”

Murid 4 :

(Mengubah gaya suara dan lakunya seperti seorang pejabat) “Seharusnya, sebagai mahasiswa itu, mereka berusaha untuk belajar dengan giat, mengerjakan tugas-tugas dari kampus, dan cukup menjadi anak yang berbakti untuk orangtuanya.” (murid-murid lain mengerubutinya, berpura-pura seperti reporter)

Guru :

Kalian kan pelajar bukan mahasiswa.

Murid 1 :

Sudahlah Bu ! kami masih saudara, sama-sama diberi tugas untuk belajar, tidak ada bedanya.

Guru :

Tapi, kalian tidak punya hak untuk menyuruh ibu, kalu orang dulu bilang itu namanya, “gak ilok.”

Murid 1 :

Tadi ibu mengejek kamu dengan mengatai bahwa kami adalah murid-murid yang kuno. Kalau Ibu sendiri belum siap dengan adanya perubahan yang terjadi seperti ini, maka Ibu jangan berani-berani membuat wacana tentang “KELAS BARU.”

Murid-murid :

Iya, iya. Benar itu !

Kakek yang sedang tertidur di bangku belakang, terbangun. Berjalan keluar sambil membawa lonceng disebelahnya.

Murid 5 :

Pokoknya, Ibu harus menyampaikan masalah ini  sekarang juga ! Kalau tidak, kami akan mengikat Ibu menggunakan tali di kursi itu.

Murid 3 :

Iya, kita ikat saja ! Aku setuju itu.

Murid-murid :

Iya, ayo – ayo (ada yang memegang ibu guru, ada yang mengambil kursi guru untuk diletakkan ke tengah panggung, dan ada juga yang mengambil tali dari dalam tas mereka)

Guru :

Eh, jangan, jangan, jangan anak-anak ! Ibu hanya menjalankan tugas seperti yang diperintahkan pada ibu.

Murid 4 :

Ah, bodo amat.

Murid-murid mulai mengikatnya pada kursi.

Tiba-tiba, masuk kakek tua tadi masuk sambil membawa bel seperti penjual es puter dan sebuah nampan yang diatasnya berisi 5 botol dot bayi berisi susu.

Kakek :

(membunyikan belnya) Anak-anak, waktunya minum susu.

Semua murid langsung berlari menghampiri sang kakek dan mengambil botol susu. Lalu mereka mencari tempat masing-masing, ada yang duduk, terlentang, dsb. Musik piano pengantar tidur berbunyi dengan lembut, dan kini para murid-murid itu telah tertidur.

Guru :

(melepaskan diri dari ikatan tali di kursi dan berjalan menghampiri sang kakek)

Kakek :

Lihat, betapa manisnya mereka saat tertidur sambil meminum susu.

 

 

END

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar