Minggu, 11 Oktober 2020

perkembangan peserta didik Anak berkebutuhan Khusus (ABK)

 

Makalah perkembangan peserta didik

Anak berkebutuhan Khusus (ABK)

 

 

Diajukan sebagai Mata kuliah perkembangan peserta didik

 

Disusun oleh :

 

Lika chusnul aissyah      (140241600502)

Rian

 

 

 

 

 

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

MALANG

2015

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan cinta dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “ Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ” dengan sebaik – baiknya dan tepat waktu.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi syarat yang di tugaskan oleh Ibu Yuliati Hotifah selaku mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Perkembangan Peserta Didik, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan judul yang dibahas.  Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat tersusun, baik secara materil maupun moril.

Penulis menyadari dengan penuh kerendahan hati, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya dari para pembaca, demi kebaikan/kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini ada faedah dan bermanfaat bagi para pembaca dan penulis khususnya.

Demikian harapan kami semoga hasil pengkajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.

 

 

Malang, 8 Maret 2015

 

 

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR …………………………………………………

DAFTAR ISI ……………………………………………………………

BAB I: PENDAHULUAN ………………………………………………

1.1  Latar Belakang …………………………………………………..

1.2  Rumusan Masalah ………………………………………………

1.3  Tujuan Penulisan Makalah ………………………………………

BAB II: PEMBAHASAN………………………………………………

2.1  Definisi anak berkebutuhan khusus (ABK)…………………..

2.2  Jenis dan Karakteristik anak berkebutuhan khusus (ABK)……

2.2.1        Tunagrahita…………………………

2.2.2        Tunalaras…………………………

2.2.3        T unarungu wicara…………………………

2.2.4        Tunanetra …………………………

2.2.5        Tunadaksa …………………………

2.2.6        Tunaganda …………………………

2.2.7        Autism syndrome………………………………..

2.3 Strategi Pembelajaranya……………………………………………….

BABIII: PENUTUPAN ………………………………………………

3.1 KESIMPULAN …………………………………………………

3.2 SARAN …………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

BAB l

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa atau disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special needs), memang tidak selalu mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika mereka diinteraksikan bersama-sama dengan anak- anak sebaya lainnya dalam system pendidikan regular, ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing . Dalam penyusunan progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional . Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi social serta kreativitasnya.

Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Tujuannya agar saat memprogamkan pembelajaran sudah dipikirkan mengenbai bentuk strategi  pembelajaran yanag di anggap cocok. Asesmen di sini adalah proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social, melalui pengamatan yang sensitive. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrument khusus secara baku atau di buat sendiri oleh guru kelas.

Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh guru di sekolah, di tujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari- hari dan kompetensi akademik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai ”Strategi Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus”

1.2  Rumusan Masalah

·         Apakah definisi dari anak berkebutuhan khusus?

·         Bagaimana jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus?

·         Bagaimana strategi pembelajaran dan perorganisasian program bimbingan belajar yang baik bagi anak berkebutuhan khusus?

1.3  Tujuan

·         Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.

·         Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.

·         Menjelaskan strategi pembelajaran dan perorganisasian program bimbingan belajar yang baik bagi anak berkebutuhan khusus.

BAB ll

PEMBAHASAN

2.1  Definisi Anak  Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi dan tunarungu berkomunikasi menggunakan Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

 

 

 

2.2   Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain :

2.2.1 .Tunagrahita (Mental retardation)

1.      Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas.

Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran. Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi :

1.    Tunagrahita Ringan

Anak yang tergolong dalam Tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung, menggambar, bahkan menjahit. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi, selain itu kondisi fisik mereka juga tidak terlihat begitu mencolok. Mereka mampu mengurus dirinya sendiri untuk berlindung dari bahaya apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra, mereka hanya perlu terus dilatih dan dididik.

2.     Tunagrahita Sedang

Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu untuk diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, mereka paham untuk menjawab pertanyan dari orang lain, contohnya, ia tahu siapa namanya, alamat rumah, umur, nama orangtuanya, ,ereka akan mampu menjawab dengan jelas. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan social anak tunagrahita sedang.

3.    Tunagrahita Berat

Anak tunagrahita berat dapat disebut juga Idiot. Karena dalam kegiatan sehari- harinya membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayananyang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Asumsi anak tunagrahita sama dengan idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita tergolong dalam tunagrahita berat.

 

 

2.     Kebutuhan Pendidikan bagi Tunagrahita

Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:

1.    Kelas Transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

2.      Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.

3.    Pendidikan terpadu

Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).

4.    Program sekolah di rumah

Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.

5.     Pendidikan inklusif

Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan

6.     Panti (Griya) Rehabilitasi

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :

a.    Pengenalan diri

b.    Sensorimotor dan persepsi

c.     Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)

d.    Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi

e.    Bina diri dan kemampuan sosial

3.      Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:

o   Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,

o   Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

o   Perkembangan bicara/bahasa terlambat

o   Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

o   Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

o   Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

 

2.2.2        Tunalaras (Emotional or behavioral disorder)

1.      Anak tuna laras sering disebut juga dengan anak tuna sosial karena tingkah laku anak tuna laras menunjukkan penentangan yang terus-menerus terhadap norma-norma masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. Selain itu, anak tuna laras merupakan anak yang mengalami hambatan/ kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. 

2.      Karakteristik anak tunalaras menurut Hallahan dan Kaufman

1.      Anak yang mengalami gangguan perilaku

Berkelahi, memukul menyerang, Pemarah, Pembangkang, Suka merusak, Kurang ajar, tidak sopan, Penentang, tidak mau bekerjasama, Suka menggangu, Suka ribut, pembolos, Mudah marah, Suka pamer, Hiperaktif, pembohong,  Iri hati, pembantah, Ceroboh, pengacau, Suka menyalahkan orang lain, Mementingkan diri sendiri

2.      Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:

Cemas, Tegang,  Tidak punya teman, Tertekan, Sensitif, Rendah diri, Mudah frustasi, Pendiam,  Mudah bimbang

3.      Anak yang kurang dewasa

Pelamun, Kaku,  Pasif, Mudah dipengaruhi, Pengantuk, Pembosan

4.      Anak yang agresif bersosialisasi

Mempunyai komplotan jahat, Berbuat onar bersama komplotannya, Membuat genk, Suka diluar rumah sampai larut, Bolos sekolah, Pergi dari rumah

 

Pendidikan dan layanan khusus untuk tunalaras

1.      Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras, adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak tunalaras. Saat ini penyelenggara pendidikan anak tunalaras ialah Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kehakiman, Departemen Sosial, dan lembaga social atau yayasan.

2.      Pendidikan Terpadu, adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, termasuk tunalaras yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Adapun mata pelajaran yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak yang memerlukan layanan khusus tersebut diganti dengan pelajaran lain yang dapat dilakukan oleh anak yang bersangkutan.

3.      Kelas Khusus, adalah suatu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, termasuk anak tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.

4.      Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas di sekolah umum untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan Terpadu bagi anak tunalaras.

 

3.      Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:

o   Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.

o   Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.

o   Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.

o   Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.

o   Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.

 

2.2.3        Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness)

1.       Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan  abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan  cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak

2.      Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1.      Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB) Mempunyai kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara .

2.      Gangguan pendengaran ringan(41-55dB), Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara

3.   Gangguan pendengaran sedang(56-70dB), Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan cara yang khusus

4.   Gangguan pendengaran berat(71-90dB), Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusu

5.   Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB). Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang bersangkutan diangap tuli

 

 

 

 

3.      Metode komunikasi untuk anak tunarungu wicara

1.         Metode Oral

Metode oral adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan oleh orang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan. Pelaksanaan metode ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu pembentukan dan latihan berbicara (speech building and speech training ) membaca ujaran (speech reading ) , dan latihan pendengaran (hear training ).

2.         Metode Membaca Ujaran

Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan penglihatannya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik pembicara. Kegiatan ini disebut membaca ujaran (speech reading).

3.         Metode Manual( Isyarat)

1.      Abjad jari (finder spelling), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan.

2.      Ungkapan badaniah/ bahasa tubuh.

3.      Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata

4.         Bahasa isyarat alamiah, yaitu bahasa isyarat yang berkembang secara alamiah di antara kaum tunarungu (berbeda dari bahasa tubuh) yang merupakan suatu ungkapan manual ( dengan tangan) sebagai pengganti kata yang pengenalan atau penggunaannya terbatas pada kelompok atau lingkungan tertentu.

5.         Bahasa isyarat konseptual, merupakan bahasa isyarat yang resmi digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah yang menggunakan metode manual atau isyarat.

6.         Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan stuktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan

7.         Komunikasi Total

Komunikasi total merupakan suatu falsafah yang memungkinkan terciptanya iklim komunikasi yang harmonis, dengan menerapkan berbagai metode dan media komunikasi, seperti sistem isyarat, ejaan jari, bicara, membaca ujaran, amplifikasi (pengerasan suara dengan menggunakan alat bantu dengar), gesti, pantomimik, menggambar, menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan tunarungu secara perorangan.

4.      Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran:

·         Tidak mampu mendengar,

·         Terlambat perkembangan bahasa,

·         Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

·         Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,

·         Ucapan kata tidak jelas,

·         Kualitas suara aneh/monoton,

·         Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,

·         Banyak perhatian terhadap getaran,

·         Keluar nanah dari kedua telinga,

·         Terdapat kelainan organis telinga.

 

2.2.4 Tunanetra (Partially seing and legally blind)

1. Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu:. Definisi Tunanetra menurut  adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat , contohnya adalah penggunaan gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah  dan peranti lunak Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan  (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).

2.  klafikasi Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatannya :

·         Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20 m - 6/60 m atau 20/70 feet -20/200 feet. Tingkat ketajaman penglihatan seperti ini pada umumnyadikatakan tunanetra (low vision). Pada taraf ini, para penderita masihmampu melihat dengan bantuan alat khusus.

·         Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau 20/200 feetatau kurang.Tingkat ketajaman seperti ini sudah dikatakan tunanetra beratatau secara umum dapat dikatakan buta (bind). Kelompok ini masih dapat terbagi menjadi dua yaitu kelompok tunanetra yang masih dapat melihat gerakan tangan. Dan Kelompok tunanetra yang hanya dapat membedakanterang dan gelap

·         Tunanetra yang memiliki visus 0. Pada taraf yang terakhir ini, anak sudahtidak mampu lagi melihat rangsangan cahaya atau dapat dikatakan tidakdapat melihat apapun. Kelompok ini sering disebut buta total (totally blind)

 

4.      Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:

·         Tidak mampu melihat,

·         Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,

·         Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

·         Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

·         Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,

·         Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,

·         Mata bergoyang terus.

 

2.2.5 Tunadaksa (physical disability)

1.      Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan,. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.

2.      Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh:

·         Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

·         Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),

·         Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,

·         Terdapat cacat pada alat gerak,

·         Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

·         Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,

·         Hiperaktif/tidak dapat tenang

 

3.      Secara umum, karakteristik kelainan anaak yang dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi:

a.       Tunadaksa Ortopedi (orthopedically handicapped)

Anak tunadaksa ortopedi merupakan anak tunadaksa yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian baik yang dibawa sejak lahir (congenital) maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit atau kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh secara normal. Menurut ilmu kedokteran, untuk menetapkan siapa-siapa yang cacat (tunadaksa) dan perlu diberikan pertolongan rehabilitasi jika mempunyai kelainan pada tubuh yang sifatnya menetap dan tidak akan berubah dalam waktu 6 bulan.

2.      Tunadaksa Saraf (neurologically handicapped)

Anak tunadaksa saraf yaitu anak tunadaksa yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki sejumlah saraf yang menjadi pengendali mekanisme tubuh sehingga jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi, dan mental. Luka pda bagian tertentu, efeknya penderita akan mengalami gangguan dalam perkembangan, mungkin akan berakibat ketidakmampuan dalam melaksanakan berbagai bentuk kegiatan.

3.      Strategi Membantu Anak Tunadaksa agar Berhasil di Sekolah

1.     Pengajaran Kemandirian

Penekanan pembelajaran yang dianjurkan adalah latihan kemandirian yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Melalui pembelajaran kemandirian diharapkan dapat mendukung kemandirian pribadi, kepercayaan diri, dan self esteem yang baik. Beberapa pengajaran kemandirian yang disarankan yaitu: kemandirian dalam hal belajar, aktivitas kehidupan sehari-hari, dan komunikasi/sosialisasi dengan teman sebaya, guru, maupun orang dewasa lainnya.

2.      Belajar Kelompok

Belajar kelompok dalam penerapan di sekolah memiliki nilai positif terutama dalam membaurkan anak tunadaksa dengan anak normal di kelas yang bersangkutan. Dengan belajar kelompok tersebut diharapkan dapat terbentuk sikap positif anak yang saling menghargai, saling mengerti, saling toleransi yang akhirnya dapat meniadakan atau meminimalisir kecurigaan negatif di antara satu dengan yang lainnya.

3.      Team Teaching

Hal terpenting dalam upaya membentuk kelas/sekolah inklusi adalah perlunya pendidik bekerjasama dalam memberikan layanan pendidikan yang seefektif mungkin bagi semua anak, baik anak bekelainan fisik maupun anak normal. Beberapa keuntungan team teaching menurut Cohen dalam Iriyanto (2010:65) pembelajaran di sekolah inklusi antara lain:

·        Terciptanya suatu rancangan pembelajaran yang efektif

·        Menciptakan atau menghasilkan pemecahan masalah yang terukur

·        Menumbuhkan harga diri

·        Meningkatkan kemampuan komunikasi

·        Meningkatkan kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien

·        Menambah wawsan akademis yang lebih mumpuni

 

2.2.6  Tunaganda (Multiple handicapped)

1. Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.

2. Klasifikasi anak Tunaganda  Pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelaianan, diantaranya Kelainan utamanya tunagrahita. Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.

Kelainan utamanya tunarungu.  Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya. Kelainan utamanya tunanetra. Gabungannya dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang Kelainanan utamanya tunadaksa.Gabungannya dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain. Kelainan utamanya tunalaras. Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran. Kombinasi kelainan lain.

3.LAYANANPENDIDIKANNNYA
 Pada masa lalu,tunaganda secara rutin dipisahkan dari sekolah regular,bahkan sekolah Khusus .Namun sejak tahun 80-an layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat perhatian di tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus. Demikian juga program-program pendidikan bagi anak
tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin.setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meninmgkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,maka program seharusnya mengakes empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, ,kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini mungkinkan dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya:ekspresi pilihan, komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis
bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas,guru-guru khusus dan orangtua,karena perlajuan yg lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya.Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yg penting.menghadirin sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yg sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yg lebih positif.
 

2.2.7  Kesulitan Belajar (Learning disabilities) atau tuna ganda.

Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung:

·         Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

·         Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

·         Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

·         Kalau membaca sering banyak kesalahan

·         Nilai standarnya 3.

·         Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)

·         Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

·         Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,

·         Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

·         Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

·         Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

·         Nilai standarnya 4.

·         Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)

·         Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

·         Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,

·         Sering salah membilang dengan urut,

·         Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,

·         Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

·         Nilai standarnya 4.

 

2.2.8  Autism Syndrome 

Autism Syndrome  merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:

·         Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.

·         Selalu diam sepanjang waktu.

·         Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.

·         Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.

·         Tidak tampak ceria.

·         Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.

Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

5.      Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata ystem ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABKpermanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.

Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam.Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas ystem. Hal ini menunjukkan bahwa kelas ystem merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai ystem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas ystem bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.

Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga ystem Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam ystem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.

Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:

1.       Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra

Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:

a.       Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.

b.      Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.

c.       Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.

d.      Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.

e.       Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.

Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.

6.      Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita

Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;

a.       Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan

b.      Strategi kooperatif

c.       Strategi modifikasi tingkah laku

7.      Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa

Strategi yang bisa diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:

a.       Pendidikan integrasi (terpadu)

b.      Pendidikan segresi (terpisah)

c.       Penataan lingkungan belajar

8.      Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras

Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;

a.       Model biogenetic

b.      Model behavioral/tingkah laku

c.       Model psikodinamika

d.      Model ekologis

 

 

 

9.      Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar

Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching. Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan. Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.

10.  Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu

Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.

 

 

BAB lll

PENUTUPAN

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar