Sabtu, 10 Oktober 2020

PERBANDINGAN PENGGUNAAN TITIK DAN KOMA PADA MINI KRIMI GEFӒHRLICHER EINKAUF DENGAN TEKS TERJEMAHAN OLEH MAHASISWA SASTRA JERMAN 2014

 

PERBANDINGAN PENGGUNAAN TITIK DAN KOMA PADA MINI KRIMI GEFӒHRLICHER EINKAUF DENGAN TEKS TERJEMAHAN OLEH MAHASISWA SASTRA JERMAN 2014

 

SEMINAR PROPOSAL

 

Lika Chusnul Aissyah

140241600502

 

 

 

 


FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA JERMAN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2017

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Penerjemahan berperan sangat penting dalam proses komunikasi antar bahasa dan merupakan jembatan antar bahasa di dunia, oleh karena itu penyampaian arti dan makna dari BSu harus sesuai dengan BSa agar kesalahpahaman tidak terjadi.

Menurut Nida dan Taber (1974), penerjemah merupakan upaya pengungkapan kembali suatu pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Jadi pesan yang disampaikan dalam BSu harus memiliki padanan yang terdekat dan wajar dalam BSa agar penyampaian arti dan makna dapat tersampaikan.

Sebagai jembatan antarbahasa di dunia, saat ini penerjemahann dianggap penting. Oleh sebab itu, beberapa program studi kebahasaan di Indonesia dalam kurikulumnya menyajikan matakuliah penerjemahan. Di Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Negeri Malang, matakuliah ini diberikan sebagai matakuliah keahlian berkarya yang wajib ditempuh oleh mahasiswa.

Sesuai dengan katalog Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang (JSJ UM, 2014), matakuliah penerjemahan (Übersetzung) memiliki bobot 4 SKS yang dapat ditempuh oleh mahasiswa, dengan persyaratan telah menempuh Matakuliah Deutsch IV, matakuliah penerjemahan, dan lulus Matakuliah ZIDS-Vorbereitung. Matakuliah ini disajikan agar mahasiswa mampu menenrjemahkan teks sederhana berbahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Ingrris dan sebaliknya secara berterima. Teks yang disajikan sebagai materi dalam matakuliah Übersetzung adalah  Märchen, Kurzgeschichten, Mini Krimi/Lernkrimi, informative Texte, Broschüre/Prospekte, Auszüge, Dokumente, Synopsen. Pemberian materi yang beragam dimaksudkan untuk membantu mahasiswa memahami berbagai macam teks, tidak terbatas pada jenis teks tertentu.

Salah satu teks yang disajikan sebagai materi dalam matakuliah Übersetzung adalah Mini Krimi/lernkrimi (selanjutnya disebut Mini Krimi). Mini Krimi merupakan novel kriminal yang di dalamnya terdapat bahan ajar yang berfungsi sebagai latihan untuk yang ingin belajar bahasa asing. Karena diakhir novel akan dicantumkan latihan yang berhubungan dengan teks untuk pelatihan kosakata, tata bahasa dan percakapan.

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam menerjemahkan Mini Krimi, tidak ada cara khusus yang diterapkan oleh mahasiswa untuk menerjemahkannya. Hasilnya, mahasiswa hanya menerjemahkan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap teks yang diterjemahkan. Tetapi kendala sering terjadi di pemakaian ortografi BSu ke dalam BSa

Kendala dalam penerjemahan timbul karena perbedaan budaya, kultur dan ekologi. Ekologi yaitu istilah yang digunakan suatu bahasa yang muncul karena pengaruh lingkungan tempat tinggal. Jadi kedekatan lingkungan juga dapat mempengaruhi  unsur – unsur budaya suatu Negara, diantaranya adalah bahasa. Semakin dekat hubungan kekerabatan suatu bahasa dengan bahasa lain, semakin banyak unsur – unsur bahasa yang dimiliki secara bersama. Sebaliknya, semakin jauh hubungan kekerabatan bahasa sumber dengan bahasa sasaran, semakin banyak pula masalah yang dapat muncul dalam terjemahan.

Bahasa Indonesia dan bahasa Jerman merupakan dua bahasa yang berasal dari rumpun yang berbeda dan memiliki banyak perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal pemakaian tanda baca titik dan koma dari BSu ke dalam BSa.

Dalam bahasa Indonesia hal yang membahas tentang tanda titik dan koma disebut dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD), sedangkan dalam bahasa jerman disebut dengan Rechtschreibung.

Ejaan yang disempurnakan ini terdiri atas empat bab, yaitu (1) pemakaian huruf, (2) penulisan kata, (3) penulisan unsur serapan, dan (4) pemakaian tanda baca. Dalam bahasa tulis pemakaian tanda baca sangat penting dalam kalimat, karena tanda baca yang digunakan dalam kalimat untuk menjelaskan dan memahami maksud dari penulis agar informasi dapat tersampaikan dengan baik. Bayangkan saja apabila tidak ada tanda baca, pembaca akan kebingungan menentukan antara hubungan kalimat dan maksud dari kalimat tersebut karena semuanya tersambung tanpa jeda, jadi pembaca akan sulit mengerti maksud dari penulis melalui bacaan itu. Salah satu tanda baca yang sangat berperan penting dalam penerjemahan adalah titik (.) dan koma (,).

Titik dan koma bisa disebut juga sebagai Semicolon, yaitu salah satu tanda baca yang digunakan untuk menghubungkan dua klausa yang berhubungan menjadi satu kalimat. Dalam penggunaan tanda baca tersebut, setiap Negara memiliki aturan tanda baca mereka sendiri.

Negara Jerman, tanda baca titik dan koma merupakan komponen penting dalam kalimat. Contohnya penggunaan koma, koma dalam bahasa Jerman bisa merupakan kerangka dari kalimat. Jadi ada kalimat tertentu yang mewajibkan tanda baca koma ada dalam kalimat tersebut. Contohnya pada penggunaan kalimat hauptsatz : ich weiβ, dass du gestern viel geld verloren hast. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan koma sangat mempengaruhi sebuah struktur dan makna kalimat bahasa Jerman.

Di dalam skripsi ini, akan dibahas mengenai perbandingan titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf terjemahan mahasiswa sastra Jerman 2014 Off   C pada matakuliah Übersetzung. Peneliti memilih Mini Krimi Gefährlicher Einkauf  karena kesalahan paling sedikit yang dikoreksi oleh dosen matakuliah Übersetzung dari tujuh Mini Krimi yang telah diterjemahkan adalah pada Mini Krimi ini. Serta memilih untuk meneliti tanda titik dan koma pada Mini Krimi tersebut karena tanda titik dan koma hampir selalu ada dalam setiap komponen kalimat dan tanda titik dan koma adalah hal mendasar yang dapat mempengaruhi penyampaian makna dari suatu cerita. Dengan demikian, akan diketahui secara rinci perbandingan titik dan koma dalam teks asli dan teks terjemahan mahasiswa. Gaya bahasa disetiap Negara juga berbeda, jadi peneliti ingin menganalisis secara detail tentang perbedaan gaya bahasa khususnya dalam hal bahasa tulis, yaitu tanda titik dan koma agar pembaca dapat memahami hal – hal kecil yang dapat mempengaruhi makna dalam terjemahan.

 

B.     Rumusan Masalah

Dalam skripsi ini, masalah yang akan diangkat adalah sebagai berikut.

1.      Apakah terjemahan Mini Krimi Gefährlicher Einkauf memiliki perbedaan tanda baca titik dan koma dengan teks asli?

2.      Bagaimana perbandingan tanda baca titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf?

3.      Bagaimana ketersampaiannya makna dalam perbandingan tanda baca titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf?

 

C.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.      Mengetahui perbedaan tanda baca titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf.

2.      Menganalisis perbandingan tanda baca titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher.

3.      Mendeskripsikan ketersampaiannya makna dalam perbandingan tanda baca titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf.

 

 

 

D.    Ruang Lingkup

Agar permasalahan yang diteliti lebih terfokus dan mendalam, maka permasalahan yang dibahas dibatasi pada analisis terjemahan yang terfokus pada perbandingan tanda titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf.

Hasil Mini Krimi asli berbahasa Jerman di dapat dari Bibliothek dan hasil Mini Krimi berbahasa Indonesia di dapat dari terjemahan mahasiswa Sastra Jerman angkatan 2014 offreing C yang menempuh mata kuliah Übersetzung.

Dengan melakukan analisis Mini Krimi asli berbahasa Jerman dan berbahasa Indonesia. peneliti mampu mengetahui perbandingan tanda titik dan koma dalam Mini Krimi tersebut, kemudian hasil perbandingan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengetahui alasan kenapa terjadi perbedaan tanda titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauf. Sehingga nanti dapat diketahui hasil dari analisis tersebut berupa perbandingan dan alasan yang kemudian dapat dijadikan kesimpulan di akhir analisis.

 

 

E.     Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

 

 

1.      Manfaat teoritis

hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi refrensi atau masukan bagi bidang linguistik khususnya ilmu penerjemahan untuk mengetahui komponen – komponen kecil seperti tanda baca yang dapat mempengaruhi makna karena gaya bahasa yang berbeda.

 

 

 

 

2.      Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak yang ingin melakukan penerjemahan, khususnya  mahasiswa prodi bahasa Jerman Universitas Negeri Malang yang ingin menerjemahkan suatu teks dalam Deutsch - Indonesisch ataupun sebaliknya. Dan bagi pihak lain penelitian ini juga diharapkan dapat membantu penyajian informasi untuk mengadakan penelitian serupa.

 

F.     Batasan Istilah

 

1.      Perbandingan

Perbandingan dalam penelitian ini adalah perbandingan yang menilai gaya yang dimiliki bahasa Indonesia dan bahasa Jerman dengan membandingkan tanda baca titik dan koma yang terdapat pada hasil terjemahan mahasiswa.

 

2.      Mini Krimi / Lernkrimi

Mini Krimi / Lernkrimi dalam penelitian ini adalah teks bahan ajar yang di keluarkan oleh Cornelson dengan petunjuk didaktik.

 

3.      Teks Terjemahan

Teks Terjemahan yang dimaksud pada penelitian ini adalah teks bahasa sumber yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa sasaran oleh mahasiswa sastra Jerman Universitas Negeri Malang Offering C angkatan 2014 pada matakuliah Übersetzung Deutsch – Indonesisch.

 

4.      Matakuliah Übersetzung

Matakuliah Übersetzung merupakan matakuliah keahlian berkarya yang wajib diikuti oleh mahasiswa Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang.

BAB II

KAJIAN PUSTAKAN

 

 

Pada bagian ini disajikan teori – teori yang melandasi penelitian yang meliputi (a) pengertian penerjemahan, (b) jenis penerjemahan, (c) proses penerjemahan, (d) penerjemah yang baik, (e) tanda titik dan koma bahasa Indonesia, (f) tanda titik dan koma bahasa Jerman, dan (g) penelitian terdahulu yang relevan.

 

A.    Pengertian Penerjemahan

Menurut Simatupang (2000: 2), penerjemahan adalah proses pengalihan makna bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan mengungkapkannya kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk – bentuk  bahasa sasaran yang mengandung makna yang sama dengan makna bentuk – bentuk bahasa sumber tersebut. Jadi, yang alihkan adalah makna bukan bentuk. Bentuk hanya menyesuaikan dengan budaya yang dimiliki BSa.

Harimurti Kridalaksana dalam Sudiati dan Widyamartaya (2005: 7), berpendapat bahwa menerjemahkan adalah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan, pertama – tama, mengungkapkan maknanya dan kedua, mengungkapkan gaya bahasanya.

Nida dan taber dalam Sudiati dan Widyamartaya (2005: 8), juga berpendapat bahwa menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali dalam bahasa penerima terjemahan yang sedekat – dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama – tama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya bahasa.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa menerjemahkan adalah menulis kembali pesan yang disampaikan dalam BSu ke dalam BSa dengan padanan paling dekat dengan BSu, baik dalam segi makna maupun segi gaya bahasanya. Hal terpenting dalam menerjemahkan adalah bahwa pesan dalam BSu dapat tersampaikan dengan baik ke dalam BSa.

 

 

B.     Jenis Penerjemahan

Menurut Larson (1989: 17) membagi penerjemahan menjadi dua, yaitu metode yang memberi penekanan pada bentuk dan pada makna. Penerjemahan yang memberi penekanan pada bentuk berusaha mempertahankan bentuk BSu dan disebut dengan metode literal. Penerjemahan yang memberi penekanan pada makna berusaha untuk menyampaikan makna BSu dengan kesan keakraban ke dalam BSa, tetapi tetap berusaha mempertahankan bentuk BSu. Metode penerjemahan ini disebut metode idiomatik.

Sedangkan menurut Newmark (dalam Al Farisi, 2011: 53) menggolongkan terjemahan menjadi delapan kategori berdasarkan penekanannya pada bahasa sumber dan bahasa sasaran, seperti yang tergambar pada tabel 2.1.

 

Tabel 2.1                    Jenis Terjemahan Menurut Newmark

 

Penekanan pada BSu

Penekanan pada BSa

Penerjemahan kata demi kata

Adaptasi

Penerjemahan literal

Penerjemahan bebas

Penerjemahan setia

Penerjemahan idiomatic

Penerjemahan semantis

Penerjemahan komunikatif

 

(Sumber: Al Farisi, 2011: 53)

 

 

Selanjutnya, masing – masing jenis terjemahan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1.   Penerjemahan Kata demi Kata

Terjemahan kata demi kata merupakan jenis terjemahan yang mempertahankan dengan sedemikian rupa susunan kata BSu (Newmark dalam Al-Farisi, 2011: 23). Teks yang diterjemahkan memakai penerjemahan kata demi kata akan terasa kaku karena penerjemahan diterjemahkan satu demi satu dengan arti yang paling umum tanpa mempertimbangkan konteks. Kosa kata yang mengandung muatan budaya pun diterjemahkan secara harfiah.

 

2.   Penerjemahan Literal (Harfiah)

Pada terjemahan literal atau harfiah kontruksi gramatika BSu dicarikan padanan yang dekat dengan tata bahasa BSa (Newmark dalam Al-Farisi, 2011: 23). Jadi penerjemah tidak terlalu mempertimbangkan konteks dan respon pembaca teks BSa juga tidak terlalu diperhatikan.

 

3.   Penerjemahan Setia

Pada penerjemahan setia, penerjemah berupaya untuk mengalihkan makna kontekstual BSu sesetia mungkin meskipun melanggar sistem tata bahasa BSa (Newmark dalam Al-Farisi, 2011: 24). Penerjemah berusaha untuk setia kepada maksud dan realisasi teks BSu.

 

4.   Penerjemahan Semantis

Terjemahan semantis merupakan terjemahan yang lebih luwes dibandingkan dengan jenis terjemahan sebelumnya. Penerjemah berusaja mempertahankan gaya bahasa, struktur semantic dan sintaksis, serta makna kontekstual teks BSu (Suryawinata dan Hariyanto, 2003: 50). Unsur budaya dalam BSu sangat diperhatikan, sehingga penerjemahan ini termasuk penerjemahan yang tergolong jauh dari BSa.

5.   Penerjemahan Adaptasi

Jenis terjemahan ini merupakan terjemahan paling bebas dan dekat dengan BSa. Penerjemah berusaha untuk mengubah dan menyelaraskan unsur budaya Bsu dengan unsur budaya BSa. Contoh terjemahan jenis ini adalah penerjemahan naskah drama dan puisi. Penerjemah tetap mempertahankan tema, karakter, dan alur cerita, tetapi masih diperkenankan untuk melakukan modifikasi seperti mengubah nama pelaku dan tempat kejadian (Newmark dalam Al-Farisi, 2011: 24), jadi penerjemahan ini dapat memodifikasi sesuai dengan budaya dari BSa.

 

6.   Penerjemahan Bebas

Terjemahan bebas merupakan terjemahan yang hanya mereproduksi isi teks BSu tanpa mengindahkan gaya atau bentuk teks BSa (Suryawinata dan Hariyanto, 2003: 48). Penerjemahan ini mengutamakan isi BSa dan tidak memperhatikan BSu, sehingga pencarian padanan tidak terikat pada tataran kata atau kalimat, melainkan pada teks sebagai satu kesatuan.

 

7.   Penerjemahan Idiomatis

Terjemahan Idiomatis merupakan penerjemahan yang bertujuan untuk memproduksi pesan teks BSu, menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatis dengan menggunakan kata – kata dan struktur kalimat BSa yang luwes (Newmark dalam Al-Farisi, 2011 : 25), jadi ungkapan yang digunakan sering kali tidak terdapat dalam BSy, sehingga sering terjadi distorasi makna.

 

8.   Penerjemahan Komunikatif

Pada terjemahan komunikatif makna kontekstual direproduksi sedemikian rupa sehingga aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Menurut amir (2012: 106) penerjemahan komunikatif adalah penerjemahan yang dapat dikategorikan paling jauh dengan BSa, karena penerjemahan ini berusaha mengalihkan makna kontekstual yang tepat dari teks BSu sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya mudah diterima dan dapat dipahami.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjemahan terdiri dari berbagai macam jenis. Berdasarkan penekanan bentuk dan makna, serta berdasarkan penekanannya pada bahasa sumber dan bahasa sasaran.

 

C.    Proses Penerjemahan

Menurut Suryawinata dan Hariyanto (2013 : 17), menyatakan bahwa proses penerjemahan adalah suatu model yang digunakan untuk menerangkan proses pikir manusia saat melakukan penerjemahan. Dahulu banyak yang berpendat bahwa penerjemahan terjadi secara langsung dan terjadi hanya satu arah saja, yaitu dari teks BSu langsung diterjemahkan ke dalam teks BSa (Suryawinata dan hariyanto, 2013 : 17). Proses penerjemahan ini tergambar pada bagan 2.1.

 

Bagan 2.1 Proses penerjemahan linier

 

Tabel di atas untuk menjelaskan proses penerjemahan langsung atau linier. Adapun penerjemahan yang telah disempurnakan menurut Nida dan Taber dalam (Suryawinata dan Hariyanto, 2003 : 19 – 20), seperti pada bagan 2.2.

 

Bagan 2.2                 Proses penerjemahan yang disempurnakan

 

Teks asli BSu

Teks terjemahan dalam BSa


(Sumber: Nida dan Taber dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2003, 19 – 20)

 

Bagan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.      Tahap Analisis atau Pemahaman

Dalam tahap ini struktur lahir atau kalimat yang ada, dianalisis menurut hubungan gramatika, menurut makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan bahkan makna kontekstual.

2.      Tahap Transfer

Pada tahap ini, materi yang sudah dianalisis dan dipahami dalam pikiran penerjemah di pindah dari BSu ke dalam BSa. Pada tahap ini belum dihasilkan rangkaian kata. Semuanya hanya terjadi pada batin penerjemah.

  

3.      Tahap Restrukturisasi

Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan struktur kalimat yang tepat dalam BSa sehingga isi, makna, dan pesan yang ada dalam teks BSu dapat disampaikan sepenuhnya dalam BSa

4.      Tahap evaluasi dan Revisi

Setelah didapat hasil terjemahan di BSa, hasil dievaluasi atau dicocokan kembali dengan teks aslinya. Bila dirasa masih kurang padan, maka dilakukan revisi.

Keempat tahap penerjemahan ini kadang berlangsung sangat cepat, kadang juga sangat lambat. Tergantung pada teks yang akan diterjemahkan.


D.    Penerjemahan yang Baik

Penerjemahan penerjemahan bukanlah hal yang dapat dilakukan oleh semua orang. Kegiatan penerjemahan harus  memenuhi beberapa syarat sebagai seorang penerjemah agar dapat menghasilkan karya terjemahan. Menurut Neubert dalam Al-Farisi (2011: 41), menyebutkan bahwa penerjemah harus memiliki lima kompetensi dasar. Kelima kompetensi dasar tersebut adalah (1) kompetensi kebahasaan atau penguasaan BSu dan BSa, (2) kompetensi tekstual atau pemahaman tentang isi teks yang didukung dengan common knowledge penerjemah, (3) kompetensi materi atau pemahaman penerjemah tentang bidang ilmu yang diterjemahkan, (4) kompetensi kultural atau pemahaman penerjemah tentang bidang ilmu yang diterjemahkan, (5) kompetensi transfer yang berkaitan dengan prosedur penerjemahan.

Selain itu, Suryawinata dan Hariyanto (2003: 27) juga menyebuykan beberapa syarat untuk menjadi penerjemah yang baik, yaitu:

1.      Menguasai BSu dan BSa.

2.      Mengenal budaya BSu dan BSa.

3.      Menguasai topik atau masalah teks yang diterjemahkan.

4.      Kemampuan untuk memahami bahasa tulis/tingkat reseptif.

5.      Kemampuan untuk mengungkapkan gagasan secara tertulis/tingkat produktif.

6.      Kemampuan untuk mengungkapkan kamus atau refrensi lainnya.

Berdasarkan penjelasan diatas, agar menjadi penerjemah yang baik dan mampu menghasilkan karya terjemahan yang baik pula, penerjemah harus memahami dengan baik BSu dan BSa. Dari penguasaan tata bahasa sampai dengan kemampuan dalam menggunakan sumber rujukan, serta memahami tentang bidang ilmu yang diterjemahkan. Secara praktis, penerjemah harus dapat memahami sepenuhnya isi dan maksud dari teks BSu dan harus dapat memahami konteks teks yang diterjemahkan. Selain itu, salah peran penting untuk dimiliki oleh seorang penerjemah adalah kompetensi kultural atau pemahaman penerjemah tentang bidang ilmu yang diterjemahkan, seperti penggunaan tanda baca yang dimiliki oleh BSu dan BSa karena hal terkecil seperti perbedaan gaya bahasa dapat mempengaruhi makna suatu teks terjemahan.

 

E.     Tanda Titik dan Koma Bahasa Indonesia

Menurut Badudu (2002: 43), tanda baca adalah tanda – tanda yang dipakai dalam sistem ejaan seperti tanda titik, tanda koma, tanda titik dua, tanda tanya, dan tanda seru. Tanda titik dan koma merupakan salah satu hal terpenting dalam menerjemahkan teks, karena tanda titik dan koma pasti muncul dalam semua teks. Berikut adalah penggunaan tanda titik dan koma menurut Chaer (2000: 31).

 

1.      Penggunaan Tanda Titik.

a.       Tanda titik dipakai pada akhir kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Kita liburan ke Bali(.)

b.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, iktisar, atau daftar.  Contoh penggunaanya, yaitu 1.1 Latar Belakang.

c.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu. Contoh penggunaanya, yaitu pukul 1.35.20.

d.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu. Contoh penggunaanya, yaitu 0.0.30.

e.       Tanda titik dipakai diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Contoh penggunaanya, yaitu Diah, P.L. 2014. Bahasa Indonesia dalam Karya Tulis

f.        Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Contoh penggunaannya, yaitu Jumlah buruh yang berdemonstrasi adalah 30.600 orang.

g.      Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah. Contoh penggunaanya, yaitu Nomor telepon genggamnya adalah 089670254957.

h.      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Contoh penggunaanya, yaitu Proses penerjemahan dapat di lihat pada Tabel 3 dalam Bab II buku ini.

i.        Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat pengiriman dan tanggal surat atau nama alamat penerima surat. Contoh penggunaanya, yaitu Yth. Sdr. Katja (tanpa titik).

 

2.      Penggunaan Tanda Koma.

a.    Tanda koma dipakai di antara unsur – unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Contoh penggunaanya, yaitu Saya membeli batu, kayu, dan pasir untuk membangun rumah.

b.   Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti “tetapi” atau “melainkan”. Contoh penggunaanya, yaitu Saya akan hadir, tetapi agak terlambat karena sibuk.

c.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Kalau lapar, saya akan makan.

d.   Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Saya makan kalau saya lapar.

e.    Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk didalamnya “oleh karena itu”, “jadi”, “lagi pula”, “meskipun”, “begitu”, dan “tetapi”. Contoh penggunaanya, yaitu Oleh karena itu, saya memutuskan untuk datang.

f.     Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti “o”, “ya”, “wah”, “aduh”, “kasihan”, dari kata lain yang terdapat dalam kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu O, saya kira anda bukan orang Malang.

g.   Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Katanya, “Saya lapar sekali”.

h.   Tanda koma dipakai di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian – bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah atau Negara yang ditulis berurutan. Contoh penggunaanya, yaitu Nama dan alamat tempat kerja saya adalah Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.

i.     Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Contoh penggunaanya, yaitu Sindi, Diana. 2011. Karya tulis Ilmiah. Print Press.

j.     Tanda koma dipakai di antara bagian – bagian dalam catatan kaki. Contoh penggunaanya, yaitu A.K Luna, Kalimat Efektif (Solo,Print Pres, 2011), halaman 19.

k.   Tanda koma dipakai di antara nama prang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Contoh penggunaanya, yaitu A. Konda Umar, M.P.

l.     Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Contoh penggunaanya, yaitu 6,9 km.

m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Contoh penggunaanya, yaitu Teman saya, pak Agus, sangat mahir dalam berbahasa.

n.   Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Dalam masalah berbahasa, kita harus menaati kaidah buku.

o.   Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Contoh penggunaanya, yaitu “Dari mana anda memperoleh buku itu?” tanya kakak sambil melotot.

Sedangkan penggunaan tanda titik dan koma menurut Waridah (2016, 32 – 39), sebagai berikut.

1.      Penggunaan Tanda Titik

a.    Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Contoh penggunaanya, yaitu Kami pernah tinggal di kota Samarinda. Sebagai catatan bahwa tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat, yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. Contohnya, yaitu Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.

b.   Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Contoh penggunaanya, yaitu 1.1 Isi karangan. Sebagai catatan bahwa tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

c.    Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Contoh penggunaanya, yaitu pukul 5.45.10

d.   Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu. Contoh penggunaanya, yaitu 2.45.10 jam.

e.    Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berkhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Contoh penggunaanya, yaitu Badudu. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka sinar harapan

f.     Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatan yang menunjukkan jumlah. Contoh penggunaanya, yaitu PendudukJakarta lebih dari 11.000.000 orang. Sebagai catatan tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) nama dan alamat penerima surat, (2) nama dan alamat pengirim surat, dan (3) di belakang tanggal surat.

 

2.      Penggunaan Tanda Koma

a.    Tanda koma dipakai di antara unsur – unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Contoh penggunaanya, yaitu Kami membutuhkan kertas, gunting, lem, dan pensil warna.

b.   Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dan kalimat setara yang berikutnya yang didahului dengan kata seperti “tetapi”, “melainkan”, “sedangkan”, dan “kecuali”. Contoh penggunaanya, yaitu Ia sudah beridiri di sana selama dua jam, tetapi belum juga ada yang menjemput.

c.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Contoh penggunaanya, yaitu Kalau kamu hadir, saya jua akan hadir di acara itu. Tetapi dengan catatan tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Contohnya, yaitu Saya akan hadir di acara itu kalau kamu juga hadir.

d.   Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapkan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti “oleh karena itu”, “jadi”, “dengan demikian”, “sehubungan dengan itu”, dan “meskipun begitu”. Contoh penggunaanya, yaitu Antrelah dengan tertib. Dengan demikian, setiap orang akan mendapat pelayanan yang sama. Tetapi dengan catatan ungkapkan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti “oleh karena itu”, “jadi”, “dengan demikian”, “sehubungan dengan itu”, dan “meskipun begitu”, tidak dipakai pada awal paragraph

e.    Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti “o”, “ya”, “wah”, “aduh”, “kasihan”, atau kata – kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti “Bu”, “Dik”, atau “Mas” dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Contoh penggunaannya, yaitu Aduh, kakiku terinjak!

f.     Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Kata Ani, “Saya akan belajar menari.”

g.   Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Contoh penggunaanya, yaitu “Lemparkan kemari bolanya!” seru Pak Guru.

h.   Tanda koma dipakai di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian – bagian alamat, (3) tempat dan tinggal, serta (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Contoh penggunaanya, yaitu Semarang, 25 Juni 1970

i.     Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Contoh penggunaanya, yaitu Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.

j.     Tanda koma dipakai di antara bagian – bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir. Contoh penggunaanya, yaituAlisjahbana, S. Takdir. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.

k.   Tanda koma dipakai diantara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Contoh penggunaanya, yaitu B. Ratulangi, S.E.

l.     Tanda koma dipakai di muka angka decimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Contoh penggunaanya, yaitu 15,5 m

m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Contoh penggunaanya, yaitu Tetangga saya, Pak Rusdi, berhasil menciptakan kendaraan hemat energi.

n.   Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca/salah pengertian di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Contoh penggunaanya, yaitu Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa – bahasa di kawasan nusantara ini.

Berdasarka penjelasan diatas, pemakaian tanda titik dan koma menurut Chaer dan Waridah hampir sama. Jadi gaya bahasa dari bahasa Indonesia mengenai penggunaan titik dan koma memang seragam dan standar.

 

F.     Tanda Titik dan Koma Bahasa Jerman

Menurut Duden (1961: 15), die gesprochene Sprache ist der geschriebenen darin überlegen, dass sie durch Betonung, Satzmelodie, Rhytmus und Tempo gliedern kann. die geschreibene Sprache gliedert durch Satzzeichen, ohne jene Vorzuege der Sprechsprache zu erreichen.

Yang artinya, bahasa lisan lebih popular dibanding dengan bahasa tulis, karena bahasa tulis mempunyai hal – hal yang perlu di perhatikan, diantara nya adalah penekanan, intonasi, irama dan tempo. Bahasa tulis mempunyai susunan tanda baca, dimana tanda baca tidak digunakan dalam bahasa lisan. Oleh karena itu, bahasa tulis harus mempunyai pedoman. Berikut pedoman penggunaan tanda baca yang difokuskan ke tanda titik dan koma dalam bahasa Jerman menurut (Duden, 1961: 15 – 25).

1.      Penggunaan Tanda Titik (Punkt)

a.       Nach Sätzen

(1)   Aussagesätze

Der Punkt steht nach dem Aussagesatz. Er drückt eine längere Pause aus und deutet als Satzzeichen zugleich eine Senkung der Stimme an. Beispiel: Es wird Erühling. Wir freuen uns.

Merke : Der Punkt steht nicht, wenn der Aussagesatz als Beifügung steht. Beispiel: Der Spruch ,, Eigener Herd ist Goldes wert” bewahrheitet sich immer.

(2)   Frage-, Ausrufe-, Wunsch-, und Befehlssätze

·         Der Punk steht nach indirekten Fragesätzen und nach abhängigen Ausrufe-, Wunsch- und Befehlssätzen. Beispiele: Er fragte ihn, wann r kommen wolle. Er rief ihm zu, er sole sich nicht fürchten. Er wünschte, alles ware vorbei. Er befahl ihm, sofort zu gehen.

·         Der Punkt steht an Stelie des Ausrufenzeichens nach Wunsch und Befehlssätzen, die ohne Nachdruck gesprochen warden. Beispiele: Bitte eben Si emir das Buch. Vergleiche Sette 25 seiner letzten Verӧffentlichung.

 

b.      Nach Ordnungszahlen

(1)   Der Punkt steht nach Ziffern, um sie als Ordnungszahlen (erster, zweiter, dritter, usw.) zu kennezeichnen. Beispiel: Sonntag, den 15. April; Friedrich II., Kӧnig von Preuβen.

 

c.       Nach Abkürzungen

(1)   Der Punkt steht

Nach Abkürzungen, die im vollen Wortlaut gesprochen warden. Beispiele: i. A (gesprochenL im Auftrag); Weiβenburg i. Bay. (gesprochen: Weiβenburg in Bayern).

 

(2)   Der Punkt steht nicht

  


 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

Bagian ini berisi uraian tentang (1) pendekatan dan jenis penelitian, (2) kehadiran peneliti, (3) data dan sumber data, (4) instrument penelitian, (5) teknik pengumpulan data, (6) analisis data, dan (7) pengecekan keabsahan temuan.

 

1.         Pendekatan dan Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenis data, penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Sukidin dan Mundir (2005: 13) menyebutkan “penelitian yang membutuhkan data berupa informasi, komentar, pendapat, atau kalimat disebut penelitian kualitatif”. Seperti yang sudah disebutkan pada bagian awal, tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penggunaan titik dan koma dalam hasil terjemahan mahasiswa sastra Jerman dengan teks asli bahasa Jerman. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan data kualitatif berupa kata, frasa, dan kalimat yang terdepat pada hasil terjemahan mahasiswa. Selain itu, penelitian ini juga membutuhkan data berupa komentar dan pendapat mahasiswa tentang kelebihan dan kekurangan dari hasil terjemahannya. Tentunya, data didapat dari mahasiswa yang mempunyai andil dalam menerjemahkan Mini Krimi Gefahrlicher Einkauft.

Dilihat dari tingkat kedalaman analisis data, penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif kontasitif. Menurut Parera (1986: 34) tata bahasa kontrastif adalah suatu kegiatan yang membandingkan antara BSu dan BSa yang telah mempunyai tata bahasa standart kemudian dibandingkan secara deskriptif dan telah disepakati kaidah-kaidahnya. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk membandingkan tata bahasa atau gaya bahasa standart yang dimiliki oleh Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia dengan perbandingan tanda titik dan koma dalam hasil terjemahan mahasiswa jurusan sastra Jerman Universitas Negeri Malang dan Mini Krimi asli bahasa Jerman.

Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif kontrastif karena untuk memenuhi tujuan yang telah ditentukan, penelitian ini membutuhkan data berupa teks hasil terjemahan bahasa Indonesia, komentar, pendapat mahasiswa tentang perbedaan titik dan koma, dan wawancara untuk menilai gaya bahasa yang dimiliki oleh masing – masing bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif kontrastif karena membandingkan tanda baca titik dan koma pada teks asli dan hasil terjemahan mahasiswa, dimana penelitian kontrastif ini memusatkan perhatian pada BSu yang mempengaruhi pemerolehan hasil BSa.

 

2.      Kehadiran Peneliti

Menurut Sukidin dan Mundir (2005:25), salah satu ciri – ciri penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat (instrumen) utama sebagai pengumpul data. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai penganalisis data. Selain itu, peneliti juga hadir sebagai pewawancara yang berhubungan langsung dengan sumber data.

 

3.      Sumber Data dan Data

Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah hasil terjemahan mahasiswa Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang Off. C angkatan 2014 pada matakuliah Übersetzung yang menerjemahkan mini krimi Gefährlicher Einkauf. Data dalam penelitian ini berupa hasil wawancara tentang komentar mahasiswa yang menerjemahkan mini krimi mengenai penempatan tanda titik dan koma saat menerjemahkan dalam BSa agar makna dan bentuk dari BSu tidak berubah dan perbedaan gaya bahasa yang di miliki oleh bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

 

4.      Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu dalam proses pengumpulan data dengan menggunakan metode/teknik tertentu, Sangadji dan Sopiah (2010: 149).

Sugiyono (2013: 61) menyatakan bahwa peneliti adalah instrument utama dalam penelitian kualitatif. Karena peneliti memiliki fungsi untuk menetapkan fokus penelitian, menetepkan informan sebagai sumber data, mengumpulkan data, menganalisis data, dll. Namun, untuk melengkapi data dibutuhkan instrument pendukung lain. Di dalam penelitian ini terdapat dua instrument pendukung yang digunakan, yaitu lembar dokumentasi dan pedoman wawancara.

Menurut Sugiyono (2013: 82) dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berupa tulisan, gambar, maupun karya dari seseorang. Lembar dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil terjemahan mahasiswa jurusan sastra Jerman off. C angkatan 2014 Universitas Negeri Malang yang memiliki andil dalam menerjemahkan Mini Krimi Gefährlicher Einkauf pada matakuliah Übersetzung dan teks asli Mini Krimi Gefährlicher Einkauf yang berada di Bibliothek. Melalui instrument tersebut, dapat diperoleh padanan titik dan koma pada hasil terjemahan mahasiswa, yang kemudian dibandingkan dengan padanan teks asli.

Instrument yang kedua adalah pedoman wawancara, menurut Sangadji dan Sopiah (2010: 149), pedoman wawancara adalah alat bantu yang digunakan oleh pewawancara berupa panduan pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini digunakan pedoman wawancara tak terstruktur. Pada wawancara ini, pedoman wawancara hanya berisi garis besar tentang permasalahan yang ditanyakan. Pertanyaan yang diajukan adalah tentang penempatan tanda titik dan koma saat menerjemahkan dalam BSa agar makna dan bentuk dari BSu tidak berubah dan perbedaan gaya bahasa yang di miliki oleh bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

 

5.      Teknik Pengumpulan Data

            Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan dua teknik, yaitu teknik dokumentasi dan teknik wawancara.

 

1.      Dokumentasi

Sukidin dan Mundir (2005: 218), menyatakan bahwa teknik dokumentasi atau dokumenter adalah upaya peneliti dalam mengumpulkan data dengan cara menyelidiki dokumen. Tujuan peneliti menggunakan teknik dokumentasi adalah untuk memperoleh data berupa hasil terjemahan mahasiswa yang menerjemahkan Mini Krimi Gefährlicher Einkauft dan teks asli Mini Krimi Gefährlicher Einkauft. Kemudian hasil terjemahan mahasiswa tersebut dibandingkan dengan teks aslinya, yang mana difokuskan pada tanda titik dan komanya.

Dalam melaksanakan teknik ini pertama peneliti menentukan tema teks yang dijadikan sebagai data penelitian. Teks yang diambil sebagai data penelitian adalah teks yang sudah dikoreksi oleh dosen matakuliah Übersetzung. Kemudian Mini Krimi yang sudah dikoreksi semuanya dikumpulkan menjadi bentuk buku terjemahan, dimana di sisi kanan adalah bahasa Jerman dan di sisi kiri adalah bahasa Indonesia. Kemudian peneliti meminta ijin pada kelompok yang menerjemahkan Mini Krimi Gefährlicher Einkauft untuk dijadikan bahan penelitian seminar proposal, karena menurut sudut pandang peneliti salah satu Mini Krimi yang paling sedikit dikoreksi oleh dosen adalah Mini Krimi Gefährlicher Einkauft.

 

2.      Wawancara

Menurut Sukidin dan mundir (2005: 217), wawancara adalah kegiatan tanya jawab yang dilakuka oleh pewawancara dengan terwawancara untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Berdasarkan fisiknya, wawancara dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur.

Esterberg (dalam Sugiyono, 2013: 74) wawancara tak struktur merupakan wawancara yang bebas. Tujuan peneliti menggunakan teknik ini adalah untul mengetahui komentar dan pendapat mahasiswa tentang kesulitan penempatan tanda titik dan koma saat menerjemahkan dalam BSa agar makna dan bentuk dari BSu tidak berubah dan perbedaan gaya bahasa yang di miliki oleh bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

Dalam melaksanakan teknik ini, peneliti terlebih dahulu menetapkan terwawancara/responden yaitu kelompok mahasiswa yang menerjemahkan Mini Krimi Gefährlicher Einkauft Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang Off. C, angakatan 2014 pada matakuliah Übersetzung. Kemudian peneliti menyiapkan garis besar permasalahan yang akan ditanyakan pada saat wawancara. Permasalahan yang ditanyakan adalah komentar dan pendapat mahasiswa tentang penempatan tanda titik dan koma saat menerjemahkan dalam BSa agar makna dan bentuk dari BSu tidak berubah dan perbedaan gaya bahasa yang di miliki oleh bahasa Indonesia dan bahasa Jerman. setelah itu, peneliti menentukan waktu dan tempat wawancara yang sesuai dengan jadwal terwawancara, baru kemudian melakukan wawancara.

 

6.      Analisis Data

Analisis data merupakan sebuah proses untuk menyusun data yang diperoleh secara sistematis agar mudah dipahami (Sugiyono, 2013: 89). Dalam menganalisis data yang diperoleh teknik yang digunakan adalah teknik analisis kontrastif.  Menurut Parera (1986:  51), syarat analisis kontrastif ialah satu analisis deskriptif yang baik dan mendalam tentang bahasa – bahasa yang hendak di kontraskan, dan juga dalam hal ini teori analisis dua atau lebih bahasa yang hendak dibandingkan atau dikontraskan itu harus sebanding pula.

Pada penelitian ini terdapat dua jenis data yang dianalisis. Pertama adalah data yang diperoleh dari teknik dokumentasi dan yang kedua adalah data yang diperoleh dari teknik wawancara tak struktur. Dalam menganalisis data dokumentasi, langkah – langkah yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.      Membaca Mini Krimi Gefährlicher Einkauft (teks asli) dan membaca Mini Krimi terjemahan mahasiswa Sastra Jerman Universitas Negeri Malang off. C 2014.

2.      Data diklasifikasikan berdasarkan jumlah persamaan dan perbedaan penempatan tanda titik dan koma dalam setiap bab.

3.      Data dianalisis dengan cara membandingkan teks asli Mini Krimi Gefährlicher Einkauft dan teks terjemahan mahasiswa Mini Krimi Gefährlicher Einkauft.

4.      Data diklasifikasikan antara kalimat yang memiliki persamaan tanda titik dan koma dan yang memiliki perbedaan tanda titik dan koma.

5.      Mengecek keabsahan data.

6.      Menghitung persamaan dan perbedan tanda titik dan koma dalam Mini Krimi Gefährlicher Einkauft.

7.      Menyimpulkan hasil analisis data, bahwa mahasiswa dapat memahami gaya bahasa Jerman dan tidak terhanyut dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya.

Untuk memudahkan proses analisis data, peneliti menggunakan alat bantu berupa tabel seperti berikut:

 

Tabel 3.1            persamaan dan perbedaan penempatan tanda titik dan koma dalam  kalimat pada mini krimi Gefährlicher Einkauft.

 

No.

Per

Kapitel

Persamaan

Perbedaan

Tanda titik

Tanda koma

Tanda titik

Tanda koma

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8.      Pengecekan Keabsahan Temuan

Data yang valid adalah data yang tidak berbeda antar data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2012: 267). Pada penelitian ini, peneliti perlu melakukan pengecekan keabsahan data dengan triangulasi ahli atau validator. Triangulasi ahli atau validator adalah pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2012: 273).

Dalam penelitian kualitatif terdapat empat cara yang dapat dilakukan untuk menguji keabsahan data, yaitu uji kredibilitas data, uji transferability, uji dependability, dan uji confirmabitlity. Untuk memperoleh data yang valid dan absah dilakukan uji kredibilitasi data. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap data hasil temuan. Dalam uji kredibilitas data, digunakan cara pemeriksaan secara berulang – ulang data yang sudah dianalisis. Selain itu, data yang diperoleh didiskusikan dan dikonsultasikan dengan dosen matakuliah yang bersangkutan serta dengan teman yang mengetahui dan memahami pokok masalah penelitian.



 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Al Farisi, M. Zaka. 2011. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Amir. 2012. Pengetahuan tentang Penerjemahan dalam Pembelajaran Penerjemahan Bahasa Jerman ke dalam Bahasa Indonesia. Allemania. Vol.1, No. 2.

Badudu. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka sinar harapan

Chaer, A. 2000. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Jurusan Sastra Jerman. 2014. Katalog Jurusan Sastra Jerman. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Larson, Mildred. 1989. Penerjemahan Berdasar Makna: Pedoman Untuk Pemadanan Antar Bahasa. Jakarta

Parera, Daniel. 1986. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga: Arcan.

Prahastya. Yusufa Citra. 2014. Perbandingan Hasil Terjemahan Indonesia Jerman Mahasiswa Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang Antara Yang Menggunakan Kamus Nonelektronik Dengan Kamus Elektronik. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Putri,Mentari Ayu Diana. 2014. Penerjemahan Partikeln Dalam Dongeng die Sieben Raben Oleh Mahasiswa Jurusan Sastra Jerman Pada Matakuliah Übersetzung. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Sangadji, Etta Mamang & Sopiah, 2010. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: Andi.

Simatupang, Mauritis D.S. 2000. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Sudiati, Vero & Aloys Widyamartaya. 2005. Panggilan Menjadi Penerjemah. Yogyakarta: Pustaka Widyatama

Sugiono, 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sukidin & mundir, 2005. Metode Penelitian. Surabaya: Insan Cendikia

Suryawinata, Zuchridin & Hariyanto, Sugeng. 2003. Translation: Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius.

Waridah, Ernawati. 2016. Ejaan Yang Disempurnakan & Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Bandung: Penerbit Ruang Kata.

Widyamartaya. 1991. Seni menerjemahkan. Yogyakarta: kanisius.  (belom. Strategi penerjemahan)

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar